Di mata dunia, bila berbicara tentang tim sepak bola nasional Kolombia hari ini maka yang mengemuka adalah nama-nama seperti James Rodriguez, David Ospina, Cristian Zapata, Jeison Murillo, Santiago Arias, Carlos Alberto Sanchez, Juan Guillermo Cuadrado dan Carlos Arturo Bacca.
Siapa yang tidak kenal klub-klub beken seperti Arsenal, AC Milan, PSV Eindhoven, Inter Milan, Aston Villa, Juventus, dan Real Madrid? Itulah tempat sejumlah pemain tersebut merumput saat ini. Seiring tingkat popularitas dan daya pikat sepak bola di benua biru yang semakin meroket, nama-nama tersebut pun ikut melambung.
Berpadu dengan talenta-talenta luar biasa yang merumput di kompetisi lokal Kolombia dan menyebar di sejumlah liga utama Amerika Selatan, mereka menjadi bagian dari kedigdayaan 'Los Cafeteros' saat ini.
Prestasi baik di sejumlah turnamen mayor dalam satu dekade terakhir, antara lain finalis Piala Konfederasi 2000, juara Piala Emas CONCACAF 2001 serta predikat perempatfinalis di dua turnamen bergengsi Piala Dunia Brasil 2014 dan Copa America 2015 adalah bukti jelas pamor dan kualitas 'Tricolor' saat ini. Teranyar, berada di belakang Belgia dan Argentina dalam daftar peringkat dunia FIFA menunjukkan bahwa Kolombia adalah raksasa sepak bola masa kini.
Kokain
Namun, pencapaian tersebut tak diperoleh Kolombia dengan mudah. Output yang keluar dari racikan Jose Nestor Pekerman saat ini adalah sari yang telah diperas oleh sejarah panjang nan pedih. Sari unggul itu dihasilkan melalui proses ‘pembakaran’ sosial-politik dan ekonomi yang melumat semua ketakutan dan kecemasan bahkan nyawa sekalipun, hanya karena dan atas nama kokain.
Kejayaan sepak bola negara yang terletak di barat laut Amerika Selatan itu telah lama menyatu dengan barang haram itu yang hingga kini belum benar-benar lepas. Bisa jadi perpaduan tersebut, secara positif, memproduksi Timnas Kolombia yang kuat secara mental dan cekatan secara taktik dan teknik. Melihat James Rodriguez cs bermain serasa membayangkan bagaimana para kartel narkoba beraksi: berkelit, bertaruh hingga berjuang mati-matian demi dan hanya untuk sebuah keuntungan. Kemenangan.
Gabriel Jaime Gómez Jaramillo adalah saksi hidup bagaimana semua itu terjadi. Mantan gelandang Kolombia ini belum benar-benar lepas dari bayangan kelam itu. Digerai kembali oleh Ewan MacKenna dalam tulisannya berjuul "Narco-Football Is Dead: Celebrating a Colombia Reborn” di bleacherreport.com, sosok yang disebut Barrabas itu pun berkisah.
Pada Piala Dunia 1994. Sebelum pertandingan penentuan penyisihan grup menghadapi tuan rumah Amerika Serikat, ia mengaku bahwa seluruh pemain mendapat ancaman pembunuhan bila dirinya bermain dalam laga itu.
Striker Tino Aspirilla mengaku, “Kami tidak tahu dari mana ancaman itu datang. Apakah dari kartel obat atau karena perang dengan para gerilyawan?”
Luis 'Chonto' Herrera, bek Timnas Kolombia itu bersaksi, "Lingkungan sangat mengerikan bagi tim. Mereka mengancam para pemain, tim, pelatih. Kita semua pergi ke sana sangat bangga untuk mewakili Kolombia, untuk melakukan yang terbaik bagi negara dan membanggakan keluarga juga, dan itu adalah saat yang sangat sulit bagi semua orang.”
Pelatih Francisco Maturana tak bisa berbuat banyak. Ia lebih memilih keselamatan para pemain dan membungkuk pada ancaman itu.