Melihat perjuangan Hendra Setiawan dan Tan Boon Heong sejauh ini mengemuka konklusi sementara. Tidak mudah menyatukan dua pemain dari dua negara berbeda, sekalipun memiliki jejak pengalaman dan bekal kemampuan mumpuni, apalagi untuk tujuan meraih prestasi.
Hendra dan Tan yang dipisahkan oleh penerbangan lebih dari dua jam antara Jakarta dan Kuala Lumpur belum juga padu setelah memutuskan menjadi pasangan gado-gado profesional pada Desember tahun lalu dan memulai debut pada akhir Januari 2017.
Hingga kini pasangan yang berbeda usia tiga tahun itu telah mengikuti empat turnamen mulai dari kelas grand prix gold hingga superseries premier. Pencapaian terbaik mereka adalah babak perempat final Syed Modi International Badminton Championships. Turnamen yang dihelat di India, 24-29 Januari itu adalah debut pertama mereka sebagai pasangan.
Hasil tersebut cukup menggembirakan untuk debut pasangan baru, berbeda negara lagi. Keduanya sudah berjuang maksimal dengan waktu latihan yang terbatas. Ditambah lagi kekalahan itu diderita dari unggulan pertama asal Denmark, Mathias Boe/Carsten Mogensen. Mereka kalah setelah melewati perjuangan tiga game, 27-25, 10-21, 11-21.
Namun tanda-tanda baik itu gagal berlanjut sepekan kemudian di turnamen Thailand Masters. Hendra/Tan dijegal pasangan Indonesia, Berry Angriawan/Hardianto. Unggulan kelima ini sebenarnya memulai kompetisi dengan hasil meyakinkan, menang mudah dalam tempo 22 menit atas pasangan muda Indonesia, Altof Barriq/Reinard Dhanriano, 21-16, 21-17. Sementara saat menghadapi Berry/Hardianto, Hendra/Tan berhasil mengunci set pertama namun gagal mempertahankan keunggulan itu. Keduanya kalah di dua set selanjutnya, 15-21, 21-17, 24-22, sehingga harus merelakan tiket perempat final kepada wakil Merah Putih itu.
Hasil lebih buruk ditorehkan di dua turnamen berikutnya. Keduanya langsung bertemu unggulan dua dari Denmark, Mads Conrad-Petersen/Mads Pieler Kolding di babak pertama. Hasil negatif pun dituai. Setali tiga uang hasilnya saat keduanya mencoba bertarung di turnamen bergengsi, All England yang dihelat di BarclayCard Arena, Birmingham pada awal Maret.
Keduanya membuka turnamen super series premier pertama itu dengan menantang pasangan muda yang sedang naik daun. Marcus Fernaldi/Gideon Kevin Sanjaya Sukamuljo. Darah muda dan semangat yang membara Marcus/Kevin tak berhasil mereka redam. Keduanya menyerah straight set, 21-12, 21-17, dari pasangan yang kemudian menjadi juara.
Rupanya pengalaman dan kejayaan masa silam tak bisa digadai begitu saja. Tidak ada jaminan bisa mengulang prestasi, apalagi setelah berganti pasangan pada usia yang tidak muda lagi. Saat belum berpasangan, mereka pernah merasakan gelar turnamen tertua di dunia itu. Tan menjadi juara All England 2007 saat berpasangan dengan Koo Kien Keat. Empat tahun kemudian giliran Hendra dan pasangan terbaiknya Mohammad Ahsan menang.
Pesimis
Hasil dari empat turnamen itu belum memberikan dampak signifikan pada peroleh poin dan peringkat dunia. Tahun ini keduanya mematok target bisa berlaga di Kejuaraan Dunia yang akan dihelat di Glasgow, Skotlandia, 21-27 Agustus nanti. Melangkah dari peringkat 92 dunia tentu bukan perkara mudah. Dengan sisa waktu yang ada untuk beberapa turnamen sukar untuk mendapatkan peringkat maksimal.
Tan, 29 tahun, jujur pengakui hal itu. Kepada situs resmi BWF, ia mengutarakan pesimismenya. "Saya tahu itu akan menjadi sulit bagi kami untuk lolos ke Kejuaraan Dunia, tapi kami akan mencoba yang terbaik karena bermain di Kejuaraan Dunia adalah salah satu tujuan utama kami.”