Pil pahit sudah harus ditelan ganda putri terbaik Indonesia Greysia Polii/NItya Krishinda Maheswari di babak pertama All England 2016. Alih-alih memenuhi target final, apalagi juara, pasangan nomor dua dunia ini malah pulang lebih awal.
Greysia/Nitya tak mampu melewati hadangan wakil Jepang Naoko Fukuman/Kurumi Yonao. Bermain antiklimaks membuat lawannya berhasil memenangkan pertempuran selama 70 menit dengan skor akhir 18-21 dan 21-23.
“Mereka kali ini main lebih baik dari kami. Pertahanan mereka kali ini lebih kompak. Jarang buat mati sendiri dan susah untuk dimatiin,” ungkap Greysia dan Nitya dikutip dari badmintonindonesia.org.
Kekalahan ini amat mengejutkan. Di atas kertas Greysia/Nitya lebih diunggulkan. Ditambah lagi dalam empat pertemuan sebelumnya, Greysia/Nitya tak pernah kalah. Pertemuan terakhir di Japan Open 2015, Greysia/Nitya menang 16-21, 21-12 dan 21-11.
“Di lapangan seharusnya kami bisa mengolah bola, nggak buru-buru pengen cepet matiin. Karena dari mereka juga sebenarnya untuk matiin kami nggak gampang, untuk balik serang juga mereka kesulitan. Untuk selanjutnya kami tidak boleh buru-buru untuk matiin lawan,” sesal Nitya.
Hasil ini menjadi catatan buruk bagi pasangan andalan Indonesia ini bila dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya. Tahun lalu Greysia/Nitya sukses melangkah hingga ke babak perempat final sebelum dihentikan wakil Tiongkok Tang Jinhua/Zhong Qiaxin. Itu pu melalui pertandingan sengit tiga set 19-21, 21-13 dan 11-21.
Dengan demikian prestasi Greysia/Nitia jauh lebih buruk ketimbang Anggia Shitta Awanda/Ni Ketut Mahadewi yang memastikan posisinya di babak dua. Anggia/Ketut melaju setelah menyingkirkan wakil Bulgaria Gabriela Stoeva/Stefani Stoeva, 21-23, 21-18 dan 21-15.
Momota tangguh
Setali tiga uang dengan Greysia/Nitya, Jonatan Chrstie pun gagal di tangan wakil Jepang. Tunggal putra masa depan itu belum mampu melewati hadangan unggulan keempat Kento Momota. Pebulutangkis 18 tahun itu sempat membuka peluang dengan unggul di game pertama, 21-19. Namun dua set berikutnya Jonatan balik tertinggal 18-21 dan 13-21.
“Saya akui untuk pertandingan kelas super series, masih banyak yang harus saya tingkatkan. Dari segi fisik, stamina maupun teknik. Sayang di game kedua saya kurang berani berspekulasi, padahal sudah sempat unggul. Saya banyak hati-hati di game kedua,” aku Jojo, sapaa akrab Jonatan.
Walau kalah setidaknya Jonatan sudah mulai merasakan atmosfer superseries premier, apalagi di debutnya kali ini ia berhasil merangkak dari babak kualifiksi. Sedikit banyak pengalaman sudah bisa dipetik Jonatan.