Kehadiran Belanda pada hal-hal tertentu memfasilitasi pertumbuhan keagamaan umat setempat. Paroki pertama bernama Mater Boni Consili (MBC) Bajawa berdiri pada 11 Oktober 1921.
Sebagai bangunan gereja, proses pembangunannya rampung dan diresmikan secara meriah pada Mei 1930.
Mgr.Arnold Vestraelen, seorang Belanda yang menjabat Vikaris Apostolik Kepulauan Sunda Kecil sejak 1922 hingga wafatnya pada Maret 1932.
Dalam perjalanan waktu, agama-agama lain pun tumbuh dan berkembang. Hingga kini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngada tahun 2020, pemeluk Katolik masih mendominasi. Namun, kaum Islam terus bertumbuh, demikian juga Protestan, Hindu, dan Budha.
Bila bertandang ke Jalan Imam Bonjol, Kelurahan Kisanata, siapa pun akan secara jelas melihat dua tempat ibadah berdiri berdampingan. Masjid Agung Al-Ghuraba Baiturrahman dan Gereja GMIT Ebenhaezer seperti saling menatap dari dekat.
Saat hari-hari besar keagamaan, para pemeluk dari agama berbeda akan terlibat aktif membantu saudara-saudarinya menjalankan ibadah. Sebuah potret kasat mata akan penghayatan arti persaudaraan, toleransi, dan kebhinekaan.
Udara Bersih Berlimpah
Kedua, Kabupaten Ngada umumnya itu daerah berbukit dengan tingkat kemiringan lahan yang cukup tinggi.
Hal ini bisa dipahami. Sebab, wilayah ini merupakan daerah dengan gunung api aktif maupun sisa gunung api yang meninggalkan relief bergunung dan berbukit.
Di balik tantangan itu ada berkah luar biasa. Alam yang subur, berikut pemandangan yang indah.