Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Platform Merdeka Mengajar, antara Panjat Pohon dan Fatalisme

2 April 2023   12:38 Diperbarui: 2 April 2023   12:53 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah siswa di Kabupaten Simalungin terpaksa memanjat pohon untuk mencari sinyal: Facebook Renni Rosari Sinaga via Kompas.com.

Ketika berbicara tentang perubahan, saya selalu teringat adagium Latin yang sudah menjadi klasik tetapi senantiasa aktual. Tempora mutantur et nos mutamur in illis. Artinya, waktu berubah dan kita pun ikut berubah di dalamnya.

Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Sejalan dengan pendapat filsuf Yunani antik Heraclitus bahwa tidak ada yang tinggal tetap selain perubahan itu sendiri.

Dalam semangat itu, kita melihat perubahan arah kebijakan pendidikan di Indonesia sebagai sesuatu yang tak terhindarkan.

Hadirnya Kurikulum Merdeka untuk mulai diterapkan pada tahun ajaran 2022/2023 bukan lagi basa-basi. Sudah menjadi sebuah opsi yang bisa dipilih oleh satuan pendidikan.

Di sana, keluasaan dan kemudahan para pendidik menerapkan pembelajaran yang lebih mendalam, sesuai kebutuhan peserta didik, dan berfokus terutama pada penguatan karakter.

Salah satu aspek penting dalam penerapakn Kurikulum Merdeka adalah Platform Merdeka Mengajar.

Sebagaimana diterangkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim, melansir Kompas.com (19/8/2022), Platform Merdeka Mengajar bertujuan membantu para guru mengajar sesuai kemampuan murid, menyediakan latihan untuk meningkatkan kompetensi, berkarya, serta menginspirasi rekan sejawat.

Dengan kata lain, plaform teknologi menjadi medium, perpanjangan tangan, serentak teman penggerak bagi guru dan kepala sekolah untuk mengajar, belajar, dan berkarya.

Dari sana sumber inspirsai dan referensi berasal. Kehadirannya jelas untuk membantu penerapan Kurikulum Merdeka agar lebih aktual, efektif, dan kontekstual.

Ilustrasi: dokumen pribadi
Ilustrasi: dokumen pribadi

Kemerdekaan optimal

Sejak mulai diluncurkan, banyak kesan positif mengemuka. Kehadiran lebih dari 2.000 referensi perangkat ajar berbasis Kurikulum Merdeka sungguh dirasakan manfaatnya.

Puslapdik.kemdikbud.go.id (7/3/2022) coba menangkup suara-suara dari para pendidik setelah mereka mulai mengakrabi Platform Merdeka Belajar.

Salah satunya adalah Susilo Windriyatno. Guru SMP Muhammadiyah 2 Tepus, Yogyakarta itu mengakui besarnya manfaat yang didapat. Mulai dari mendapat referensi dan inspirasi hingga mengambil aksi nyata dari berbagai modul ajar, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), juga asesmen.

RPP yang didapat bisa dimodifikasi sesuai keadaan di masing-masing sekolah.

"Saya misalnya memakai asesmen diagnostik di Platform Merdeka Mengajar. Saya ingin tahu sejauh mana anak-anak paham materi yang saya sampaikan. Apakah saya perlu mengulang lagi, atau saya bisa lanjutkan materi saya. Nah, asesmen ini memberi kita umpan balik tentang pemahaman siswa, karena ketika siswa selesai mengerjakan isian di platform ini, otomatis akan ada umpan balik untuk guru," terang Susilo.

Manfaat lain yang dirasakan Susilo adalah bantuan memetakan kemampuan anak didik.

"Apakah siswa sudah cakap, perlu intervensi khusus, atau sudah mahir, semuanya diinformasikan. Ini benar-benar membantu saya memetakan kemampuan anak-anak saya, sehingga saya bisa memberi pembelajaran sesuai kemampuan siswa-siswa saya."

Memang adanya Platform Merdeka Mengajar itu membuat akses menjadi terbuka. Komponen pendidikan bisa memanfaatkan segala sesuatu yang sudah tersedia.

Infografis: https://indonesiabaik.id
Infografis: https://indonesiabaik.id

Hanya saja, ada pertanyaan krusial yang perlu dipikirkan. Apakah kehadiran Platform Merdeka Mengajar sungguh memerdekakan?

Guru SD Negeri Jarit 01, Lumajang, Vivi Wahyuni mengaku kehadiran platform ini membuatnya bisa menjalankan peran ganda sebagai guru sekaligus ibu rumah tangga.

"Biasanya kita guru-guru itu kebanyakan waktunya penuh ya di sekolah. Di rumah sudah capek, mau buka laptop ini bagaimana, pokoknya ruwet, apalagi ibu-ibu seperti saya. Dengan Merdeka Mengajar, kita tinggal pegang telepon genggam saja, kita bisa menonton video inspirasi, bisa melihat inovasi guru lain, yang kalau memang cocok, bisa langsung kita gunakan."

Tersedianya segala sesuatu dalam genggaman, baik untuk kepentingan dan kebutuhan para guru maupun murid, tentu menjadi dilematis.

Di satu sisi, akan sangat membantu kerja dan proses pembelajaran. Di sisi lain, justru mengebiri pembelajaran yang memerdekakan itu.

Guru yang tidak kreatif akan menelan mentah-mentah segala sesuatu yang tersedia entah sesuai atau tidak dengan kondisi aktual.

Begitu juga, para guru bisa saja tutup mata terhadap kondisi riil di lingkungannya dengan tanpa perlu menyeleksi materi atau modul yang dilakukan guru lain asalkan tugasnya tertunaikan dan kewajibannya terlaksana. Salin-tempel (copy-paste) tanpa pemahaman dan seleksi justru mematikan kemerdekaan berpikir dan berkreasi. 

Platform Merdeka Mengajar harus benar-benar  terarah pada Merdeka Belajar secara optimal!

Panjat pohon

We Are Social, perusahaan media asal Inggris menunjukkan dalam laporan terbarunya, per awal 2023, pengguna internet di Indonesia menginjak angka 212.9 juta. Tingkat penetrasi bertahan di angka 77 persen.

Dari antaranya sebanyak 167 juta orang (60,4 persen) adalah pengguna sosial media. Bila ditotal, sekitar 353.8 juta koneksi seluler aktif pada awal tahun ini.

Laporan tersebut menunjukkan kenyataan bahwa saat ini sebagian besar penduduk Indonesia yang berjumlah 276,4 juta sudah tersambung jaringan internet.

Laporan terbaru We Are Social terkait pengguna internet di Indonesia: https://wearesocial.com
Laporan terbaru We Are Social terkait pengguna internet di Indonesia: https://wearesocial.com

Namun, data tersebut tetap tidak menafikan sejumlah kenyataan.

Pertama, sekalipun pengguna internet di Tanah Air terus meningkat, sekitar 5 persen atau setara 10 juta antara tahun 2022 dan 2023, masih ada lebih dari 63 juta orang atau tak kurang dari 23 persen populasi yang belum merasakan kemajutan teknologi itu.

Di balik kabar gembira bagi penerapan Kurikulum Merdeka, masih ada dari antara 23 persen itu yang harus berjuang untuk mengalami seperti mayoritas yang lain.

Angka tersebut memang kecil bila dibanding keseluruhan. Namun, di baliknya ada nasib puluhan juta manusia yang dipertaruhkan. Termasuk juga para guru dan murid yang masih terisolasi di pelosok negeri.

Jelas, ini sebuah tantangan yang harus diretas bila Kurikulum Merdeka dengan Platform Merdeka Mengajar sebagai salah satu senjata sungguh dirasakan oleh seluruh pihak di republik ini.

Kedua, dari kumpulan besar yang sudah terkoneksi itu tidak dengan sendirinya bebas persoalan. Hal dimaksud antara lain soal keandalan koneksi internet.

Apakah kecepatan internet di Indonesia sudah cukup memadai? Rata-rata kecepatan koneksi internet seluler (mobile internet) adalah 17,27 Mbps. Koneksi internet tetap (fixed broadband) rerata 24,32 Mbps.

Dari laporan Ookla, perusahaan pembuat Sppedtest untuk mengukur kecepatan internet, ada peningkatan kecepatan koneksi internet seluler sebesar 1,45 Mbps (sekitar 9,2 persen) dan 4,19 Mbps (sekitar 20,8 persen) untuk koneksi internet tetap dalam satu tahun terakhir di Indonesia.

Dibanding negara-negara lain, kecepatan internet itu ternyata tidaklah istimewa. Laporan terbaru Ookla bertajuk "Speedtest Global Index" edisi Februari 2023, Indonesia justru masih berada di posisi juru kunci di kawasan Asia Tenggara.

Kecepatan internet di Tanah Air tidak lebih cepat dari Kamboja (21,09 Mbps), Filipina (24,58 Mbps), Myanmar (26,70 Mbps), dan Laos (30,61 Mbps).  Sebaiknya jangan dibandingkan dengan Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, apalagi Brunei Darussalam.

Negara yang disebutkan terakhir yang memuncaki ranking klasemen di ASEAN punya kecepatan internet di angka 85,15 Mbps sekaligus menempati posisi ke-16 di dunia.

Infografis: dokumen pribadi
Infografis: dokumen pribadi

Lambatnya koneksi internet masih menjadi persoalan. Situasi ini jelas kurang ideal untuk mendukung Kurikulum Merdeka.

Untuk mengakses Plaform Merdeka sungguh dibutuhkan koneksi yang cepat. Berbagai aktivitas digital seperti mengunduh, memutar, mengunggah, dan berbagi materi entah berupa teks, gambar, apalagi video, dengan kapasitas tertentu sungguh mensyaratkan keandalan jaringan.

Di negeri ini, tidak hanya masih banyak yang belum terkoneksi internet, yang sudah terkoneksi pun harus berpelukan dengan kenyataan miris: kecepatan jaringan belum memadai. Bahkan status terkoneksi pun bisa saja hanya di atas kertas. Praksis di lapangan sungguh jauh panggang dari api.

Banyak cerita berserliweran di media massa dan media sosial terkait perjuangan masyarakat untuk mendapatkan jaringan internet. Masih banyak yang harus berjuang ekstra mencapai tempat yang tinggi atau bahkan harus memanjat pohon agar bisa mendapat sambungan internet.

"Untuk mencari SIGNAL mereka jalan kaki ke perbukitan hampir 2 km dari permukiman," unggahan di akun Facebook Renni Rosari Sinaga, Sabtu (1/8/2020).

"Mereka berjuang. Mereka memanjat pohon dengan antrian. Mereka menulis di rerumputan. Mereka melawan dingin dan cuaca yang kadang kurang bersahabat dengan situasi yang mereka hadapi," tutup Renni.

Sejumlah siswa di Kabupaten Simalungin terpaksa memanjat pohon untuk mencari sinyal: Facebook Renni Rosari Sinaga via Kompas.com.
Sejumlah siswa di Kabupaten Simalungin terpaksa memanjat pohon untuk mencari sinyal: Facebook Renni Rosari Sinaga via Kompas.com.

Pemandangan yang menyayat hati ini bisa dipastikan masih terjadi hingga hari ini. Salah satunya di daerah dari mana leluhur saya berasal, di salah satu pelosok di Pulau Flores, NTT. Di tempat Anda?

Fatalisme

Untuk menunjang kelancaran Kurikulum Merdeka, dibutuhkan Platform Merdeka Mengajar. Sementara platform Merdeka Mengajar bisa berjalan optimal dengan bantuan teknologi baik perangkat keras maupun lunak yang memadai, dengan internet sebagai salah satu komponen penting, di samping infrastruktur dasar lainnya seperti listrik.

Dari sisi Platform Merdeka Mengajar sendiri masih banyak harapan yang dikumandangkan. Beberapa bisa disebutkan di sini.

Pertama, tambahan fitur unggahan hasil karya siswa dan fitur unduhan serifikat untuk guru yang melakukan pelatihan mandiri.

"Sehingga kami bisa berbagi RPP buatan sesama guru, dokumentasi foto-foto siswa, dan untuk bukti karya seperti video dapat terkoneksi ke YouTube, agar bisa dilihat guru-guru lain," harap Vivi.

Kedua, tujuan Platform Merdeka Mengajar adalah menciptakan ekosistem kolaboratif untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran dan membangun iklim pembelajaran yang positif. Pada gilirannya akan meningkatkan mutu pembelajaran dan kualitas peserta didik.

Apakah Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar akan dengan sendirinya menjamin hal tersebut?

Selain kerja keras pemerintah, dibutuhkan kolaborasi nyata dari setiap komponen, hingga ke level terbawah.

Diharapkan para guru memiliki semangat, inisiatif, dan kreativitas agar Kurikulum Merdeka benar-benar memerdekakan peserta bukan sebaliknya justru meninabobokan dan menimbulkan kebosanan.

Lebih parah lagi, bila berbagai kemudahan yang ada justru mematikan kreativitas dan sikap kritis. Jangan sampai memantik mental fatalistik: "nrimo" atau "taken for granted" baik di kalangan guru maupun siswa.

Karena itu, peningkatan kompetensi dan profesi guru tetap harus berjalan. Meski peluang melakukannya secara mandiri sangat terbuka lebar, tetap dibutuhkan pengawasan bahkan pelatihan hingga sertifikasi lanjutan yang terstruktur, sistematis, dan menyeluruh.

Ilustrasi: dokumen pribadi
Ilustrasi: dokumen pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun