Prancis mendapat angin segar. Sementara Maroko harus berjuang ekstra keras untuk mengejar. Perjalanan ke final terasa semakin jauh.
Kedua, kedalaman skuad Les Bleus.
Maroko tidak patah arang. Mereka mencoba mencari kesempatan untuk mencetak gol melalui serangan-serangan cepat. Namun, Prancis sepertinya tahu bagaimana meredam agresivitas Maroko.
Buktinya, Prancis mampu menggandakan keunggulan di menit ke-79. Gol kedua ini tidak lepas dari strategi Didier Deschamps dalam melakukan pergantian pemain.
Mantan pemain timnas Prancis itu memasukan Marcus Thuram menggantikan Olivier Giroud. Mbappe bisa beroperasi dari sisi tengah. Memungkinkannya melakukan lebih banyak penetrasi yang merusak konsentrasi para pemain Maroko.
Benar saja, kerja sama apik Mbappe dan Thuram dari sisi kiri berhasil membelah pertahanan Maroko. Sepakan Mbappe dari jarak dekat sempat membentur pemain Maroko. Bola itu bergulir ke arah Randal Kolo Muani yang berada dalam posisi bebas sehingga dengan tenang mencocor bola ke gawang Maroko.
Patut dicatat, beberapa nama di atas bukanlah pemain yang selalu mengisi "starting line-up" reguler. Mereka adalah pemain cadangan. Sang pemecah kebuntuan yang menorehkan catatan sebagai pemain AC Milan pertama yang mencetak gol di Piala Dunia abad ini, juga pengunci kemenangan berangkat dari bangku cadangan.
Theo menggantikan posisi saudaranya Lucas yang mengalami cedera di pertandingan pembuka. Kolo Muani mengambil tempat Ousmane Dembele sejak menit ke-79.
Dua starter lainnya, Dayot Upamecano dan Adrien Rabiot pun absen karena sakit. Jauh sebelum itu, mereka sudah kehilangan N'Golo Kante, Karim Benzema, dan Paul Pogba.
Apakah tanpa nama-nama besar itu, pesona Prancis kemudian meredup? Ternyata tidak. Para pemain pengganti dan pemain muda lainnya tetap bisa mengisi celah, malah tampil sebagai pembeda.
Hal ini menunjukkan satu hal. Kedalaman skuad Prancis begitu mewah. Modal penting bagi mereka untuk mewujudkan impian mempertahankan gelar juara, sekaligus menjadi negara pertama yang sanggup mengukir "back-to-back" juara setelah terakhir kali dilakukan Brasil pada edisi 1958 dan 1962.