Patut diakui Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta kali ini tidak bersahabatan dengan para pemain unggulan.
Sepanjang dua turnamen elite yang digelar di tempat bersejarah itu, mulai dari Indonesia Masters pekan lalu dan berlanjut dengan Indonesia Open yang tengah berlangsung, sejumlah pemain atau pasangan yang difavoritkan juara justru terjungkal lebih awal.
Mereka belum bisa menampilkan permainan terbaik. Di sisi lain, lawan yang dihadapi, meski tidak berstatus jagoan, justru mampu memperlihatkan keunggulan.
Tumbangnya para raksasa itu memang mengejutkan. Namun, keterkejutan itu tidak perlu dipelihara terlalu lama. Para pemain yang kurang diunggulkan bahkan bukan unggulan sama sekali justru mampu menyihir Istora dan para penonton dengan performa ciamik.
Selain itu, sudah bukan rahasia lagi, status unggulan tidak menjamin kemenangan. Ranking dunia dan rekor "head to head" bukan patokan tunggal.
Gelar juara bukanlah monopoli para pemain tertentu. Yang difavoritkan setinggi langit tetap bisa juga terjungkal. Sejago-jagonya seorang pemain atau suatu pasangan, mereka tetaplah manusia yang bisa merasa lelah, kehilangan fokus, dan dihinggapi ketidakberuntungan.
Sebagai pertandingan yang menuntut persiapan maksimal, badminton juga terbuka pada berbagai kemungkinan. Perbedaan bisa saja terjadi karena sebuah detail kecil.
Mari kita lihat siapa saja para unggulan yang akhirnya harus tertunduk lesu dan menguburkan impian mereka untuk berjaya di Istora.
Kemalangan Ganda Bass/Popor
Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai tentu tengah diliputi kekecewaan berat. Betapa tidak. Pasangan ganda campuran Thailand ini harus menuai hasil minor ganda. Usai tumbang lebih awal di Indonesia Masters, pasangan yang karib disapa Bass/Popor ini juga mengalami nasib yang sama di Indonesia Open.
Mirisnya, langkah unggulan pertama itu terhenti di laga pertama. Mereka dipulangkan oleh lawan-lawan yang secara peringkat dan rekor pertemuan tidak lebih hebat.