Bagi sebagian masyarakat NTT, Pekan Suci kali ini sungguh tidak biasa. Bukan semata-mata tersebab terjangan pandemi Covid-19 yang tak mengenal kata ampun. Tetapi juga fenomena alam yang mengagetkan. Datangnya tidak terduga dan disangka-sangka.
Bila kebangkitan Yesus, inti perayaan Paskah, yang dirayakan secara terbatas, menghadirkan kegemparan, ketakutan, kecemasan, ketidakpercayaan, hingga rasa kehilangan yang sudah bisa diantisipasi, tidak demikian dengan intensitas hujan yang sedemikian tinggi dan disertai angin kencang.
Memang alam sudah memberi tanda di awal tahun. Sinyal yang cukup jelas tentang situasi yang sudah, sedang, dan bakal terjadi. Hujan deras di sejumlah wilayah NTT pada pertengahan Januari 2021 menyebabkan banjir dan longsor.
Saat itu, banjir bandang di antaranya menerjang tiga kecamatan di Kabupaten Sikka, Flores. Sejumlah dampak terjadi di Kecamatan Waigete, Mego, dan Magepanda. Mulai dari rusak dan ambruknya sejumlah jembatan, area sawah dan pertanian yang porak-poranda, hingga berbagai kerugian fisik dan material lainnya.
Sementara itu, di Kota Kupang, hujan deras Senin (25/1/2021) mengakibatkan longsor di Kelurahan Tuak Daun Merah (TDM), Kecamatan Oebobo. Dua orang meninggal dan lebih dari 100 orang diungsikan.
Situasi ini coba dipetakan secara ilmiah. BMKG meramalkan, curah hujan di Kota Kupang akan meningkat sejak Februari hingga Maret. Analisis curah hujan dasariah II Januari 2021 mencatat secara umum wilayah NTT mengalami cudah hujan berkategori menengah (51-150 mm).
Namun, ada sebagian kecil wilayah, seperti Kabupaten Sikka, berkategori tinggi (151-300 mm). Dan curah hujan akan sangat tinggi, lebih dari 300 mm, di Kabupaten Manggarai Timur, Ngada, dan Timor Tengah Selatan (TTS).
Fenomena rob pun diprediksi terjadi di beberapa wilayah di antaranya pesisir utara Pulau Flores dan Pulau Alor, pesisir utara maupun selatan Pulau Timor dan Pulau Rote. Pesisir Pulau Sumba, pesisir Pulau Sabu dan Pulau Raijua pun demikian.
Ramalan yang sudah diisyaratkan ini, tentu disertai seruan, baik langsung maupun tidak langsung, agar awas. Pembacaan terhadap fenomena yang terjadi bermaksud agar kita waspada dan siaga. Warga yang berada di lokasi rawan diharapkan segera hijrah.
Penduduk di daerah lainnya pun tidak bisa tinggal diam. Mulai bersiap untuk segala kemungkinan, melakukan sejumlah upaya demi mengurangi dan menghindari dampak buruk yang bakal terjadi. Minggat dari lokasi rawan, membereskan saluran air, hingga memikirkan cara antisipatif bila sampai mengganggu roda ekonomi, ancaman puso misalnya.