Saat ini mungkin banyak orang tak lagi melirik TVRI. Stasiun televisi nasional satu-satunya yang masih eksis hingga hari ini. Sejak mulai mengudara pada 24 Agustus 1962, keberadaan TVRI, masih tetap terjaga, meski tak putus dirundung persoalan dan luput dari jatuh-bangun.
Patut diakui, TVRI pernah mengalami masa jaya. Tak kurang dari dua dekade lamanya. Sejak mulai mengisi ruang tontonan publik Indonesia dan belum munculnya televisi swasta, TVRI menjadi pilihan utama. Bak primadona yang menarik pemirsa dengan berbagai tayangan.
Memori separuh generasi baby boomers, generasi X, hingga sebagian generasi Y tentu masih diisi sejumlah tayangan favorit TVRI tempo doeloe. Drama Oshin misalnya. Lika-liku hidup Oshin Tanokura berpipi chubby dan merah merona yang berjuang menghadapi beratnya hidup produksi NHK ini menjadi drama favorit kala itu. Sampai-sampai nama si gadis imut itu menginspirasi banyak nama wanita di tanah air.
Ada juga Serial Si Unyil. Kemunculannya setiap Minggu pagi selalu dinanti. Dengan karakter utama berbentuk boneka bernama Unyil, serta karakter pendukung dalam diri Pak Ogah dan Pak Raden, begitu familier.
Hasil karya Drs.Suyadi alias Pak Raden ini sudah memberikan banyak manfaat. Tidak hanya tontonan yang menghibur, tetapi juga nilai-nilai pendidikan bagi anak-anak Indonesia.Â
Betapa penting dan efektifnya model tayangan seperti ini bagi penyampaian pesan-pesan edukatif kepada generasi penerus, membuat kisah serupa seakan tak lekang dimakan zaman. Melalui sejumlah modifikasi agar lebih kekinian, cerita seperti itu masih tetap bertahan hingga hari ini.
Masih ada tayangan lain. Kuis Berpacu Dalam Melodi-kemudian coba dihidupkan kembali oleh salah satu stasiun televisi swasta beberapa waktu lalu-Asia Bagus, dan Kuis Siapa Dia adalah beberapa contoh acara kuis dan musik. Begitu juga program berita Dunia Dalam Berita yang masih mengisi ruang tontonan pemirsa.
Patut diakui, program-program TVRI menjadi inspirasi bagi televisi-televisi swasta yang mulai bermunculan sejak 1989. Terbukanya keran industri televisi dalam negeri dengan sendirinya menghadirkan variasi pilihan di satu sisi, dan kompetisi di sisi lain.
Masing-masing stasiun televisi berjuang menarik hati penonton. Rupa-rupa progam dikemas sedemikian rupa. Tujuannya tentu ingin mendapat rating yang baik demi menggaet para pengiklan. Dengan cara itu masing-masing stasiun televisi mempertahankan denyut nadinya.