Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Carolina Marin dan Greysia Polii, Menyaput Lara di Impact Arena

19 Januari 2021   15:37 Diperbarui: 19 Januari 2021   16:33 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekpresi Greysia Polii usai memastikan gelar juraa, sedih dan haru yang tak terhindarkan/https://twitter.com/bwfmedia

Apakah anda menyaksikan partai final Yonex Thailand Open akhir pekan lalu? Bagaimana anda melihat performa para finalis di laga pamungkas? Apa saja momen-momen berkesan yang masih anda rekam di Impact Arena, Bangkok?

Bagi saya, sebagai turnamen pembuka kalender BWF World Tour 2021, perhelatan itu cukup berhasil. Di tengah terjangan pandemi Covid-19 turnamen itu bisa digelar laiknya level Super 1000.

Tidak mudah bagi penyelenggara untuk memastikan setiap pemain, ofisial, kru, dan para pihak terkait lainnya bisa berperan dengan baik. Termasuk memastikan masing-masing pihak tetap mematuhi protokol kesehatan tanpa alasan.

Memang tidak ada atmosfer riuh kompetisi yang terjadi di arena pertandingan. Turnamen itu digelar tertutup. Selama pertandingan pun, tidak ada aksi saling jabat tangan antarlawan, pun dengan petugas pertandingan. Cukup diwakili gestur tangan terkatup di dada sambil membungkuk ke arah lawan.

Masing-masing perlu menjaga jarak. Perangkat tambahan sengaja dihadirkan untuk meminimalisir intervensi antarmanusia di lapangan seperti distribusi kok. Para pemain tidak lagi dilayani secara khusus. Masing-masing mengambil kok baru yang tersedia di pinggir lapangan, pun secara mandiri mengamankan kok yang tak terpakai di tempat yang telah disediakan.

Banyak perubahan yang terjadi di lapangan yang bisa kita urai panjang lebar. Namun di tengah berbagai keterbatasan itu, pertandingan demi pertandingan tertib digelar. Lebih dari itu, para penggemar di seantero jagad pun bisa tetap menyaksikan aksi para pemain melalui layar kaca televisi, computer, maupaun telepon genggam.

Nah, selain kepada pihak penyelenggara, operator dan tuan rumah, kita perlu memberikan apresiasi kepada para pemain. Mereka sudah memberikan kita tontonan menarik. Usai lebih dari delapan bulan vakum, para penggemar tepok bulu bisa kembali dihibur. Walau tidak semua pemain terbaik ikut serta, persaingan antarkontestan tetap ketat.

Penyelenggaraan Thailand Open dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat/https://twitter.com/badmintonphoto
Penyelenggaraan Thailand Open dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat/https://twitter.com/badmintonphoto

Jatuh miskin
Masing-masing pemain memberikan diri secara total dengan segala kelebihan dan kekuarangan yang akhirnya kita tangkap. Tidak banyak yang tahu, betapa berartinya pertandingan ini bagi para pemain. Kembali ke lapangan pertandingan, kembali ujuk ketrampilan, kembali adu adrenalin dan mental untuk mendapatkan poin, podium, dan hadiah.

Tentang hal yang terakhir terasa begitu berarti bagi para pemain independen yang tak bisa berbuat banyak setelah wabah Covid-19 meluluhlantahkan lebih dari separuh agenda pertandingan tahun lalu. Kisah jatuh miskin ganda putra Malaysia, Goh V Shem/Tan Wee Kiong yang ramai dibicarakan adalah contoh. Betapa berartinya turnamen bulutangkis bagi dapur mereka.

Tuhan sepertinya mendengar keluh kesah mereka. Keduanya bisa melangkah hingga partai final. Hadiah sekitar 35 ribu dollar AS atau setara Rp 493 juta menjadi milik mereka.

Andai saja mampu mengatasi pasangan Taiwan, Lee Yang/Wang Chi-Lin di laga pamungkas, keduanya bisa membawa pulang uang lebih banyak: 74 ribu dollar AS atau ekuivalen dengan Rp 1,01 miliar. Meski bermain antiklimaks, nominal tersebut lebih dari cukup menambal kebutuhan finansial peraih perak Olimpiade Rio 2016 itu.

Goh V Shem/Tan Wee Kiong/https://twitter.com/bwfmedia
Goh V Shem/Tan Wee Kiong/https://twitter.com/bwfmedia

Kehilangan Orang Tersayang
Berbeda halnya bagi Carolina Marin dan Viktor Axelsen yang menandai tahun baru dengan gelar juara tunggal putri dan tunggal putra.

Marin tampil begitu ciamik. Tai Tzu Ying dibuat tak berkutik. Marin hanya memberi enam poin kepada unggulan pertama asal Taiwan di game pertama. Pemain Spanyol itu menutup pertandingan dua game langsung, 21-9, 21-16 tidak sampai 55 menit.

Hasil ini menjadi bukti perjuangan wanita kelahiran Huelva, 27 tahun lalu itu, mengatasi berbagai rintangan sejak tahun lalu. Ia kehilangan ayahnya tahun lalu. Menjalani tujuh turnamen tanpa gelar. Performanya di lapangan pun terlihat kurang meyakinkan. Banyak kesalahan yang ia perbuat seperti di Denmark Open Oktober lalu.

Ia membayar lunas di awal tahun. Di partai final, ia bermain begitu taktis, penuh semangat, dan percaya diri. Langkahnya mantap menggapai kok yang diarahkan Tai di setiap sudut sulit. Ia cepat bergerak ke semua sisi lapangan.

Dengan tangkas ia menangkis dan mengembalikan pukulan keras unggulan pertama itu. Ia tak segan membalas dengan penempatan bola yang merepotkan Tai. Kecepatan, kekuatan, dan akurasi Marin adalah beberapa faktor yang membuatnya nyaris bermain sempurna di partai final.

Tanda-tanda kebangkitan Marin sebenarnya sudah bisa dilihat sejak pertandingan pertama. Qi Xuefei diladeni tanpa kesulitan. Empat lawan berikutnya, yang semuanya sudah pernah mengalahkannya lebih dari sekali, dihadapi dengan baik.

Pornpawee Chochuwong, yang pernah memberinya kekalahan di kandang sendiri Februari lalu, dibalas tuntas. Begitu juga pemain Thailand lainnya, Supanida Katethong yang menyulitkannya di Vietnam pada September 2019 berhasil diatasi.

An Se Young, penakluknya di Prancis Terbuka dua tahun lalu? Ia sisihkan di semi final! Patut diakui An Se Young adalah pemain muda yang tengah mencuri perhatian. Pemain Korea 18 tahun itu sempat merepotkannya. Bisa dibilang ini menjadi ujian pendahuluan bagi Marin menuju laga pamungkas. Marin kemudian berhasil memanfaatkan kesalahan rising star itu untuk melesat ke final.

Carolina Marin saat menghadapi Tai Tzu Ying di final Yonex Thailand Open 2021:https://twitter.com/bwfmedia
Carolina Marin saat menghadapi Tai Tzu Ying di final Yonex Thailand Open 2021:https://twitter.com/bwfmedia

Kemudian, Marin mencapai klimaks. Ia membekuk pemegang rekor head to head 9-6 sekaligus memperkecil catatan ketertinggalan atas Tai.

"Saya tidak baik dengan diri saya sendiri, karena ayah saya meninggal beberapa bulan lalu," Marin berbicara kepada situs resmi BWF usai kemenangan atas Tai.

Namun duka tersebut coba dilebur dengan semangat untuk segera bangkit. Ia tahu setiap badai pasti akan berlalu, meski jelas tidak mudah. Karena itu, ia meyakinkan diri untuk berkomunikasi dengan tim, pelatih, hingga meminta saran psikolog.

"Saya merasa sangat senang bahwa saya bisa berubah pikiran dari tahun lalu; Saya mengalami tahun yang sulit secara pribadi pada tahun 2020, tetapi saya pulih dengan baik," ungkapnya semringah. Kini ia menatap turnamen selanjutnya, termasuk mulai berani untuk berpikir target besar selanjutnya antara Olimpiade atau Kejuaraan Dunia.

Bagaimana Axelsen? Tunggal terbaik Denmark ini pun mengalami masa-masa tak kalah sulit seperti Marin. Operasi pergelangan kaki memaksanya kehilangan kesempatan bermain di rumah sendiri, Denmark Open tahun lalu.

Ia tak lagi bermain sejak naik meja operasi. Diperparah lagi dengan wabah Corona yang menutup harapannya untuk kembali ke lapangan pertandingan. Ia sempat merasa aneh saat berangkat ke Bangkok. Perasaannya campur aduk antara percaya dan tidak.

Meski begitu, setelah tak lagi naik podium juara usai memenangi All England 2020, ia berusaha bangkit. Mengatasi berbagai tantangan dan perasaan campur aduk.

"Jadi saya bangga dan senang bisa memenangkan turnamen ini, karena tidak mudah melawan lawan yang begitu bagus."

Oh ya, satu lawan yang tentu tak lepas dari ingatannya adalah Anthony Sinisuka Ginting, andalan Indonesia di semi final. Axelsen sebenarnya bisa kehilangan medali juara andaisaja Ginting tak kehilangan fokus setelah sempat memimpin 11-7. Bila Ginting mampu menjaga konsistensi, maka hasil akhir tunggal putra akan berbeda.

Doa Terjawab
"Dia seperti ayah saya. Dia 18 tahun lebih tua, dia memperlakukan saya seperti anak perempuannya dan saya memandangnya sebagai ayah saya. Setelah ayah saya meninggal dunia ketika saya berusia dua tahun, dia mengurus seluruh keluarga. Dia sangat mendukung karier bulutangkis saya."

Greysia Polii berbicara usai laga sambil terisak. Usai pukulan terakhir menghasilkan poin kemenangan atas Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai, pemain 33 tahun ini tak kuasa membendung air mata.

Ternyata kemenangan itu menjadi tonggak sejarah dalam kariernya bersama Apriyani Rayahu, tetapi juga bagi bulutangkis Indonesia. Itulah gelar pertama mereka di level Super1000, sekaligus menjadi pasangan ganda putri Indonesia pertama yang berjaya di turnamen level atas itu.

Greysia dan Apriyani di podium juara Thailand Open 2021;twitter.com/BadmintonTalk 
Greysia dan Apriyani di podium juara Thailand Open 2021;twitter.com/BadmintonTalk 

Bagi pemain senior itu, gelar tersebut menjadi titik kulminasi dari perjuangan panjang selama ini. Sepanjang lebih dari 17 tahun berkarier, berganti-ganti pasangan, hingga kini, saat harus berjuang di tengah masalah keluarga yang pelik.

Pemain 33 tahun itu terbang ke Bangkok dengan hati nelangsa. Rasa sedih atas kematian kakak laki-lakinya belum tersaput. Rickettsia yang sudah dianggap seperti ayah, pergi sehari setelah ia menikah pada 23 Desember 2020. Pria itu hadir dan menemaninya sejak balita. Membuat kerinduan akan sosok ayah biologis selalu terpenuhi.

"Dia sudah melihat saya sebagai juara berkali-kali. Sangat menyakitkan... dia menunggu sampai pernikahanku, dan kemudian dia pergi. Jadi rasanya, wow, dia ingin melihat yang terbaik dalam diri saya, dia menunggu yang terbaik."

Sepeninggal sang kakak, keluarganya masih harus berjuang menghadapi periode sulit berikutnya. Beberapa anggota keluarganya didiagnosis Covid-19. Sementara sang suami yang terpaksa ditinggal tak lama setelah menikah Felix Djimin harus mengambil peran.

Sejak pertandingan pertama, nyaris tak terlihat sisa-sisa kesedihan membekas di wajahnya. Tak ada guratan khawatir yang ia pancarkan di lapangan. Yang terlihat adalah perjuangan keras, determinasi, dan kepercayaan diri untuk meriah kemenangan demi kemenangan.

Ekpresi Greysia Polii usai memastikan gelar juraa, sedih dan haru yang tak terhindarkan/https://twitter.com/bwfmedia
Ekpresi Greysia Polii usai memastikan gelar juraa, sedih dan haru yang tak terhindarkan/https://twitter.com/bwfmedia

Di babak semi final, Greysia dan Apriyani harus berjuang ekstra keras. Tidak mudah bagi mereka untuk mengandaskan pasangan Korea yang lebih diunggulkan, Lee So Hee dan Shin Seung Chan.

Usai pertarungan melelahkan itu, keduanya masih harus menghadapi pasangan tuan rumah di laga pamungkas. Rupanya, semangat yang tak pernah padam, konsistensi dan kepercayaan diri yang tetap dijaga lekat-lekat membuat mereka bisa dengan mudah mengatasi harapan tuan rumah.

Lebih dari itu asa yang sudah digantung tinggi-tinggi menjadi energi ekstra untuk mengatasi segala rasa sakit. Setelah memastikan kemenangan, ia mengepalkan tangan erat-erat dan menengadah ke langit. Baru kemudian terduduk. Menangis. Di sebelahnya, Apriyani Rahayu mencium lapangan pertandingan.

Seketika Impact Arena menjadi medan tangis dan bahagia. Rasa campur aduk menjadi satu. Ekspresi tak terhindarkan untuk sebuah pencapaian di tengah aneka badai. Prestasi yang begitu berarti saat waktu-waktu di luar jam tanding selalu dibayangi rasa sakit dan khawatir.

"Saya percaya bahwa kejuaraan ini sangat berarti bagi kami, tidak hanya bagi saya tetapi bagi keluarga saya."

Dan Tuhan pun seakan tak menutup mata. Ia mendengar apa yang selalu Greysia lantunkan saban hari. Begitu juga semesta ikut memeluk setiap perjuangan yang tak kenal lelah, menghadapi setiap musibah yang seperti datang silih berganti.

Jangan sampai ikut larut, mari kita kembali lagi ke Impact Arena. Turnamen baru, Toyota Thailand Open 2021, baru saja dimulai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun