Apa yang membuat berbagai acara itu terkenal dan masih dikenang hingga kini? Tentu bukan semata-mata karena saat itu tidak ada banyak pilihan. Tetapi ada sesuatu yang lebih dari itu.
Mengharapkan Piala Thomas dan Uber untuk menarik perhatian masyarakat luas kepada TVRI tentu bukan hal mudah. Bisa jadi sekadar proyek sementara, atau bahkan hanya program sesaat yang tak cukup menarik.Â
Toh berapa banyak pencinta bulu tangkis di Indonesia, atau berapa banyak yang mau berpaling ke TVRI untuk menonton bulu tangkis dibandingkan tayangan-tayangan lain yang lebih menarik? Apa artinya TVRI dibanding raksasa-raksasa media elektronik dengan konten masa kini yang lebih menggoda?
Belum lagi bila prestasi tim Indonesia tak sesuai harapan. Bisa jadi ini menjadi pertimbangan yang membuat stasiun televisi swasta enggan berebut membeli hak siar. Mereka akan lebih memilih berburu "kue" iklan yang mengemasi tayangan-tayangan lain dengan potensi rating yang lebih menjanjikan.
Namun kita perlu angkat topi untuk niat baik TVRI menghadirkan liputan langsung dari Bangkok untuk masyarakat Indonesia. TVRI seakan kembali ke akar. Ia seperti kembali ke asal dari mana dan untuk apa ia berdiri.
Bila membuka kembali lembaran sejarah, kita akan mendapatkan kenyataan bahwa TVRI berdiri untuk menyokong proyek olahraga bernama Asian Games. Stasiun televisi yang mengudara pada 24 Agustus 1962 itu dibangun untuk memberikan eksposur lebih terhadap multievent antarnegara Asia yang digelar di Jakarta pada tahun yang sama.Â
Pemerintah ingin mengabarkan secara lebih luas kepada masyarakat Indonesia khususnya dan dunia umumnya semarak pesta olahraga antarnegara Asia yang pertama kali digelar di Indonesia.
Semuanya dimulai dari SK Menteri Penerangan No.20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T). Acara HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke-17 di halaman Istana Merdeka, Jakarta menjadi siaran percobaan. TVRI akhirnya mengudara untuk pertama kalinya dengan siaran langsung pembukaan Asian Games IV di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Itulah kisah masa lalu yang hanya bisa dikenang. Situasi telah berubah yang hanya bisa diterima dan dinikmati. Kini ketika TVRI mau menghadirkan turnamen bulu tangkis beregu paling prestisius, sebagai pencinta bulu tangkis kita perlu menyambutnya dengan penuh rasa syukur.Â
Sambil memberikan dukungan kepada tim Merah Putih, yang berjuang dengan segala kelebihan dan kekurangan, serentak kita pun bernostalgia dengan stasiun televisi kebanggaan bersama, media yang diikhtiarkan sebagai saluran pemersatu bangsa.
Ah, saya menulis catatan kecil ini dalam perasaan campur aduk. Senang atas kabar baik yang saya dapat dari kicauan Yuni Kartika, mantan atlet nasional yang kini menjadi komentator bulu tangkis, Â di akun twitternya yang serentak disebarluaskan di jagad maya ketika sedang memantau dengan perasaan was-was perjuangan Fitriani dan kawan-kawan menghadapi Malaysia di laga perdana penyisihan Grup D Piala Uber.Â