"Semuanya dimulai dari sini, anda tahu, manisnya juara telah membuatku selalu ingin meraihnya kembali"-Viktor Axelsen
Demikian pertanyaan terbesar yang mengisi lembaran baru tahun 2018. BWF World Tour 2018 baru saja dimulai meninggalkan kenangan manis yang diukir para pebulu tangkis Indonesia setahun silam. Â Tahun 2017 menjadi tahun terbaik dalam sejarah bulu tangkis Indonesia. Dalam rentang satu dekade terakhir pencapaikan gelar super series terbanyak diperoleh tahun lalu. Sebanyak 12 gelar super series diraih para pemain Indonesia, melebihi pencapaian tahun 2013 dengan 11 gelar dan jauh lebih baik dari tahun 2010 dan 2011 yang hanya mampu mendulang dua gelar juara.
Pertanyaan kini, sektor mana yang ikut andil dalam kesuksesan tersebut? Dari 12 gelar itu lebih dari separuhnya disumbang ganda putra melalui Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo. Pasangan berjuluk "The Minions" ini menggondol tujuh gelar juara, sekaligus memecahkan rekor gelar terbanyak dalam satu tahun kalender BWF yang sebelumnya dipegang pasangan ganda kawakan Korea Selatan, Lee Yong-dae dan Yoo Yeon-seong.
Kedigdayaan Marcus dan Kevin mulai terlihat di All Englan. Meski diunggulkan di tempat kelima keduanya sanggup melesat ke partai final dan merengkuh gelar juara. Oish-cleochyn menguraikannya dalam artikel "Selamat Marcus/Kevin! Juara All England dan Segera ke Puncak Dunia."Â
Indonesia tidak pernah absen mengirim wakil ke final All England sejak 2012. Setelah tahun sebelumnya Praveen Jordan dan Debby Susanto sukses merebut gelar, tahun ini giliran pasangan liliput itu. Â Di partai final unggulan lima ini sukses membungkam Li Junhui/Liu Yuchen asal China. Sebelum pertemuan ini Marcus/Kevin dibayangi rekor buruk di pertemuan sebelumnya di Vietnam Open 2015. Saat itu Li/Liu, unggulan enam, menang, 21-15 21-23 18-21.
Performa Marcus dan Kevin sedikit menurun di Indonesia dan Korea Open. Meski begitu Indonesia tidak kehilangan muka di kedua ajang tersebut. Giliran pasangan senior Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir yang menjuarai nomor ganda campuran. Gelar di hadapan publik sendiri itu menjadi satu dari dua gelar super series, selain di Prancis Open yang disumbangkan peraih emas Olimpiade Rio 2016 itu.
Owi dan Butet, begitu Tontowi dan Liliyana disapa, menjadi penyumbang gelar terbanyak dari nomor ini, melebihi pencapaian Pranveen Jordan dan Debby Susanto. Alih-alih tampil sebagai penerus, pasangan juara All England 2016 itu seperti masih berada di bawah bayang-bayang kebesaran Owi dan Butet. Keduanya hanya mampu merebut satu gelar sepanjang tahun yakni Korea Open.
Saat itu Praveen dan Debby meraih podium tertinggi bersanding dengan Anthony Ginting yang menjuarai nomor tunggal putra. Oish-Cleochyn tak ketinggalan memotret penampilan kedua wakil Merah Putih itu dalam artikelnya berjudul "Indonesia Sabet 2 Gelar Korea Open 2017". Ternyata gelar juara Anthony sekaligus menjadi gelar semata wayang yang mampu disabet sektor tunggal putra.
Bagaimana nomor lain? Pasangan ganda putri berbeda generasi Greysia Polii dan Apriyani Rayahu menggebrak di Prancis Open dengan menduduki podium tertinggi. Trofi tersebut cukup mengagetkan. Kedua pasangan itu belum lama berpasangan. Sebagaimana dikisahkan Oish-Cleochyn dalam artikel "Air Mata Apriyani Rahayu" , keduanya diorbit oleh pelatih ganda campuran utama Eng Hian sejak sebelum berangkat ke Gold Coast, Australia, tempat kejuaraan beregu campuran dua tahunan, Piala Sudirman, dihelat.