Tidak ada hal yang paling dibutuhkani tim Indonesia di Piala Sudirman 2017 selain keberuntungan. Lebih tepat lagi, mukjizat. Kekalahan telak 1-4 dari India di laga pertama penyisihan grup 1D mensyaratkan kemenangan telak 5-0 saat menghadapi Denmark. Itu adalah pilihan yang tidak bisa ditawar-tawar bila ingin lolos ke babak delapan besar.
Indonesia bukan hanya kehilangan gairah, tetapi tak berdaya saat menghadapi India, Senin (23/05) petang ini. Carrara Indoor Stadium, Gold Coast, Australia seperti kuburan bagi segala prediksi dan harapan yang telah dirangkai dengan indah. Sebelum ke Australia, Indonesia hanya mencemaskan sektor tunggal saat menghadapi India. Hitung-hitung bila kalah di nomor tunggal masih ada harapan pada tiga nomor ganda untuk mendapat satu poin dari India.
Namun hasil berbicara lain. Selain kecemasan yang menjadi kenyataan, performa sektor ganda pun ikut-ikutan melempem. Hanya Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo yang menunjukkan kelasnya. Menghadapi Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty, juara All England 2017 itu hanya butuh 26 menit untuk menyudahi laga dengan straight set, 21-9 dan 21-17.
Kemenangan pasangan nomor satu dunia itu sempat memperpanjang harapan Indonesia. Kekalahan di dua partai pertama sedikit diperkecil. Marcus/Kevin menambal asa di ujung tanduk setelah Tontowi Ahmad/Gloria Emanuelle Widjaja dan Jonatan Christie harus menelan pil pahit.
Tampil di partai pembuka, Tontowi yang tidak tampil dengan pasangan terbaiknya, Liliyana Natsir tak kuasa membendung semangat Satwiksairaj Rankireddy/Ashwini Ponnapa. Sempat menginjak game point di game pertama, 20-17, Owi/Gloria gagal mempertahankan keunggulan. Keduanya balik ditelikung pasangan India. Usai menyamakan kedudukan, di game penentu performa Owi/Gloria kembali mengendur. Keduanya kalah 20-22 21-17 19-21 dalam pertarungan lebih dari satu jam sekaligus memberi poin pertama bagi India.
Performa pasangan ganda campuran India ini patut diapresiasi. Keduanya tidak menyerah begitu saja meski berhadapan dengan nama besar Tontowi Ahmad. Terlebih bagi Satwiksairaj Rankireddy yang belum genap berusia 17 tahun.
Di partai kedua, Jojo, begitu Jonatan biasa dipanggil, belum bisa mengeluarkan kemampuan terbaik. Berjumpa Kidambi Srikanth, Jojo gagal menebus kekalahan di pertemuan sebelumnya di Malaysia Masters 2016. Meski head to head sama kuat, 1-1, Jojo seperti mengulangi kesalahan yang sama seperti di pertemuan terakhir.
Srikanth yang menempati rangking 26 dunia menang dua game langsung, 15-21 dan 16-21. "Semua yang sudah saya persiapkan sebelum pertandingan, tidak bisa keluar maksimal di pertandingan tadi. Lawan sepertinya sudah mengantisipasi hal itu, sementara saya sendiri tidak bisa lepas dari tekanan. Apa yang saya pelajari dan apa yang saya siapkan tidak keluar maksimal," beber Jonatan kepada badmintonindonesia.org.
Pertandingan antara kedua pemain seperti bisa diduga sebelumnya. Namun skenario ini terbilang cukup berisiko, untuk mengatakan sedikit berbau perjudian. Pasalnya, India memiliki pemain dengan rangking jauh lebih baik dari semua pemain Indonesia. Dia adalah Ajay Jayaram yang menempati rangking 13 dunia. Begitu juga Indonesia. Ketimbang Jonatan yang berada di rangking 28 dunia (satu tingkat di belakang pemain India lainnya, Sameer Verma), Indonesia memiliki Anthony Sinisuka Ginting yang berada dua strip di atas Srikanth.
Namun kedua tim sama-sama telah mengambil pilihan. India ternyata lebih piawai membaca situasi. Tetapi patut diakui setiap negara tidak mudah menurunkan pemainnya. Antardua tim yang bertanding setidaknya memiliki hubungan “saling pengertian” seturut rangking para pemain. Srikanth tampaknya menjadi lawan yang sepadan bagi Jojo. Sementara Ajay sengaja disiapkan untuk menghadapi pemain yang jauh lebih kuat seperti saat menghadapi pemain nomor tiga dunia dari Denmark, Viktor Axelsen di partai pertama kemarin. Di laga itu, ini yang patut dicatat oleh Indonesia, Ajay menyerah kalah dengan skor mencolok, 12-21 dan 7-21. Bagaimana bila Axelsen bertemu Jonatan atau Ginting?
Lambat panas