Ekperimen seperti ini bukan sesuatu yang baru. Beberapa pemain dan pasangan hebat PBSI sebelumnya kerap berpindah pasangan, bahkan berganti sektor. Dan saya kira naluri para pelatih hebat di PBSI cukup tajam untuk mencarikan jodoh yang kelak menjadi pasangan hebat.
Owi/Butet sendiri adalah saksi sejarah. Sejarah yang turut diukir oleh kehebatan Richard Mainaky. Sang pelatih itu nekat membongkar Nova Widianto dan Butet di akhir 2010 setelah beberapa turnamen berakhir buruk. Selain itu usia Nova jadi pertimbangan. Sebelum bertemu Owi, Butet sempat dipasangkan dengan Devin Lahardi. Namun “jodoh”nya ternyata adalah Owi.
Sejauh ini Owi belum mendapatkan calon partner yang meyakinkan meski sudah ada tanda-tanda bagus bersama Gloria Emanuelle Widjaja. Masih perlu waktu untuk mencari penerus Butet, termasuk mencoba berbagai kemungkinan pasangan. Pelatnas punya cukup stok. Ada Melati Daeva Oktavianti yang meraih emas Kejuaraan Dunia Junior 2012 bersama Edi Subaktiar, lantas meredup tak lama berselang.
Di samping itu Annisa Saufika yang kerap berpasangan dengan Alfian Eko Prasetya. Usia Melati dan Annisa masih 23 tahun, peluang untuk ditandemkan dengan Owi atau Praveen misalnya, sangat mungkin terjadi.
Sementara Butet, sekalipun semangatnya masih menyala, perlu dipertimbangkan dari sisi lain yang tak bisa dikompromi. Usia Butet sudah melewati masa puncak-sepertinya di Olimpiade Rio tahun lalu. Saatnya lebih selektif mengikuti turnamen. Hanya terlibat di turnamen bergengsi sekelas super series premier misalnya, itu pun bila ingin bersaing dengan pemain-pemain muda yang tumbuh bak jamur di musim hujan.
Belum adanya tanda-tanda bagus renegenrasi sejak awal tahun memunculan tanya. Mampukah Indonesia menjaga peluang juara di turnamen bergensi seandainya masih berharap pada Owi/Butet?
Masih ada waktu setidaknya setahun, sebelum Asian Games 2018 di tanah air. Target tinggi sudah pasti dipatok kepada para pemain, termasuk dari nomor ini. Namun kepada siapa harapan itu pantas diletakan?
Entah berapa lama lagi Butet bertahan. Tetapi usianya akan terus bertambah, linear dengan stamina dan kecepatan yang mulai berkurang. Meletakan harapan tinggi kepada Owi/Butet semata tidak hanya memantik pesimisme bisa bersaing dengan pasangan-pasangan muda Tiongkok yang sedang naik daun, juga menyeruak simpati. Bukan kepada para pelapis yang tak kunjung berkembang, tetapi kepada Butet. Ya wanita dengan komitmen bela negara yang tak diragukan lagi. Tetapi sejatinya bukan robot yang bisa dengan mudah mewujudkan harapan dengan hanya sekali tekan melalui remote kendali. Dan kita pun menjadi penonton yang hanya bisa bersorak atau nyinyir mencibir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H