Di balik perang bintang Djarum Superliga Badminton 2017 yang baru saja usai, Minggu (26/2) kemarin, ada sosok yang mencuri perhatian. Sony Dwi Kuncoro. Tahun ini ia akan berusia 33 tahun tetapi energi dan semangatnya masih menyala.
Selama kurang lebih sepekan, Sony berjibaku bersama timnya Berkat Abadi Banjarmasin. Sony turut memperkuat tim debutan, sekaligus satu-satunya dari luar Pulau Jawa, itu bersama sejumlah pemain senior baik dari dalam maupun mancanegara seperti Kenichi Tago dari Jepang, Tommy Sugiarto, Tanongsak Saensomboonsuk (Thailand), Tan Boon Heong (Malaysia), Yoo Yeon-seong (Korea Selatan), Hendra Setiawan dan Markis Kido.
Sony mendapat kesempatan cukup meski di nomor tunggal harus bersaing dengan Tommy, Kenichi, Tanongsak hingga pemain muda Krishna Adi Nugraha. Tercatat hingga perebutan tempat ketiga menghadapi Mutiara Cardinal Bandung, Sony masih diberi kesempatan bermain oleh Vincentius Ely Yanto, manajer tim. Ia menjadi tunggal kedua yang bermain di partai ketiga menghadapi Firman Abdul Kholik.
Di laga tersebut Sony menyerah dua game langsung dengan skor 9-21 dan 19-21 dalam tempo 43 menit. Namun secara keseluruhan tim asal Kalimantan Selatan itu sukses mengungguli tim dari Kota Kembang, 3-2 sekaligus berhak atas posisi ketiga.
Sepanjang turnamen ini Sony benar-benar diuji oleh para pemain muda. Seperti di laga sebelumnya, di babak penyisihan Grup B, ia menghadapi Ihsan Maulana Mustofa. Sony terlihat keteteran meladeni pemain yang sepuluh tahun lebih muda darinya. Baik dari segi kecepatan maupun taktik, pemain muda dari Tasikmalaya itu unggul. Sony pun kalah straight set 12-21 17-21.
Keberadaan Sony hingga saat ini tak lepas dari perjuangan keras yang dilaluinya sejak keluar dari pelatnas pada 2014. Sejak itu ia berjuang sendiri dengan hanya ditemani sang istri Gading Safitr yang juga bertindak sebagai pelatihnya. Bersama Gading, Sony bangkit. Gading menumbuhkan kembali semangat sang suami dan menepis segala keraguan yang datang dari lingkungan sekitar.
"Dua tahun yang lalu orang-orang di toko-toko kecil berkata, 'Ngapain, Son? Sudah, pensiun saja. Sudah waktunya berhenti,’” ungkap Gading kepada CCN Indonesia, menirukan suara pesimis yang disambutnya dengan tawa kecil.
Keraguan tersebut akhirnya terjawab tahun lalu. Itulah periode penting yang menjadi titik balik dalam karir Sony. Berjuang dengan mengandalkan kekuatan dan sumberdaya sendiri, Sony mampu melejit di turnamen Singapura Open Super Series.
Mengandaskan pemain yang jauh lebih muda dan secara peringkat pun jauh lebih tinggi, Son Wan Ho di partai final membuat nama Sony kembali disebut. Kemenangan rubber set, 21-16 13-21 21-14, menghadirkan keterkejutan dan rasa tidak percaya publik Indonesia dan dunia. Namun rasa campur aduk itu tidak menafikan kenyataan bahwa Sony telah kembali ke panggung bulu tangkis.