Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Belajar dari Kamerun, Si Juara Piala Afrika 2017

6 Februari 2017   13:16 Diperbarui: 6 Februari 2017   19:59 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hugo Bross di antara anak asuhnya/BBC.com

Bukan Mesir, seperti prediksi banyak orang, melainkan Kamerun lah yang menjadi kampiun Piala Afrika 2017. Bukan Pasukan Firaun yang berdiri di podium tertinggi di Stade d’Angondje, Senin (6/2) dini hari WIB, tetapi “Indomitable Lions”, Kawanan Singa Garang yang berpesta di Libreville.

Bagi yang memercayai tuah sejarah, Mesir lebih diunggulkan. Tujuh gelar Piala Afrika berbanding empat gelar milik Kamerun. Tidak hanya soal rekam jejak, tapi bahkan dari persiapan, tim pun Mesir lebih meyakinkan. Theguardian.com sampai-sampai menyebut Kamerun sebagai tim terburuk, setidaknya tiga setengah minggu lalu.

Kamerun datang ke Gabon dengan mengandalkan para pemain senior, setelah delapan pemain utama tidak lolos disiplin Hugo Bross, termasuk beberapa dari antaranya lebih memilih kenyamanan di Eropa bersama klub mereka. Namun apa yang terjadi dalam perjalanan waktu. Rentang waktu sejak kikc off hingga babak semi final, Kamerun berubah menjadi tim solid.

Kematangan para pemain justru menjadi modal penting. Tidak hanya tua dalam usia, keuletan dan kerja sama yang solid membuat Kawanan Singa ini bertaji, memangsa lawan satu demi satu. Kematangan dan keuletan itu mencapai klimaks di partai final.

Lebih dulu tertinggal di menit ke-27 tak membuat Kamerun patah arang. Meski Kamerun mendominasi laga, Mesir bermain lebih efektif seperti tercermin dari gol pembuka bintang Arsenal Mohamed Elneny setelah menuntaskan umpan winger AS Roma, Mohamed Salah.

Sebelum dan sesudah keluar dari ruang ganti Mesir semakin percaya diri. Trofi bakal dibawa ke tanah para mumi. Namun Bross dan timnya tidak kehabisan akal dan semangat. Bross nekat menarik keluar Adolf Tikeu dan Robert Tambe, memberi kesempatan pada Nicolas N'Koulou dan Vincent Aboubakar.

N’Koulou dan Aboubakar menunjukkan diri sebagai supersub dengan peran penting bagi tim. Dalam satu kesatuan dengan para pemain lain, keduanya berubah menjadi pahlawan. Menit ke-59, N’Koulou berhasil menyempurnakan umpan Benjamin Moukandjo. Gawang kiper kawakan 44 tahun, Essam El Hadary kembali terkoyak setelah sodoran Sebastien Siani berhasil diselesaikan Aboubakar. Laga yang nyaris berlanjut ke babak perpanjangan waktu berubah dramatis hingga J. Sikazwe meniup peluit panjang.

Para pemain Mesir hanya bisa tertunduk lesu. Pemandangan berbeda terjadi di kubu Kamerun. Pekikan alat musik tradisional Afrika mengiringi tarian gembira Aboubakar dan kolega. Kamerun yang semula diragukan resmi menjadi kampiun, menggondol gelar kelima setelah menanti 15 tahun.

“Kesedihan saya tidak karena saya kalah di final yang lain,” ungkap pelatih Mesir, Hector Cuper yang pernah dua kali gagal di turnamen mayor bersama Valencia di Liga Champions Eropa.

Kesedihan itu, lanjut pria 61 dari Argentina, “Karena ada begitu banyak harapan secara khusus di antara masyarakat Mesir dan saya meminta maaf kepada para pemain yang telah banyak berjuang.”

Di kubu sebaliknya, Bross membuktikan bahwa kecemasan legenda Kamerun Roger Milla tidak terbukti. Setelah menginjak semi final, striker legendaris era 80-an dan 90-an itu mengaku para pemain yang lebih memilih klub ketimbang klub akan menyesal bila Kamerun sampai tidak memenangkan gelar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun