Di dunia olahraga tanah air, Papua lebih dikenal sebagai gudang para pesepakbola andal. Bertolak belakang dengan sepak bola, Papua sama sekali tak memiliki jejak prestasi di dunia bulu tangkis. Tak hanya Papua, olahraga tepok bulu itu, meski sangat familiar di seluruh nusantara, masih menjadi andalan bahkan monopoli prestasi sejumlah daerah saja.
Munculnya nama Chico Aura Dwi Wadoyo mengirim sinyal positif bahwa Papua juga memiliki bibit pebulutangkis yang patut diperhitungkan. Remaja kelahiran Jayapura, 18 tahun silam tengah meniti karir menuju panggung bulu tangkis nasional dan dunia.
Saat ini Chicko sedang berjuang bersama kontingen Indonesia di Kejuaraan Dunia Junior (WJC) 2016 di Bilbao, Spanyol. Ia bahkan menjadi tumpuan di sektor tunggal putra. Di kategori beregu campuran memperebutkan Piala Suhadinata, ia tampil di enam laga.
Hasilnya adalah empat kemenangan dan dua kekalahan. Di babak perempatfinal, ia dan kawan-kawan gagal membungkam Malaysia. Akhirnya mereka hanya mampu berada di rangking kelima, di belakang Thailand, Jepang, Malaysia dan Tiongkok.
Meski gagal mengulangi pencapaian Indonesia di tiga edisi terakhir yang sanggup melangkah ke partai pamungkas, remaja sawo matang ini masih berpeluang menebus kekalahan di kategori individual. Chico berpeluang membawa pulang satu dari lima Piala Eye Level.
Chico yang lahir pada 15 Juni baru saja mengangoti tiket babak keempat. Ia dan Ramadhani Muhammad Zulkifli menjadi harapan Indonesia di tunggal putra, setelah Ade Resky Dwicahyo kandas di tangan Woo Seung Hoon dari Korea Selatan
Di babak ketiga, Chico berhasil mengatasi perlawanan wakil Rusia Egor Kurdyukov, 21-17 dan 21-16. Selanjutnya Chico yang diunggulkan di tempat ke-14 akan berjumpa Liu Haichao asal Tiongkok pada Kamis, (10/11) hari ini.
Menghadapi Liu, Chico tetap memiliki peluang. Meski secara rangking dunia berada di belakang wakil Negeri Tirai Bambu itu, di WCJ ini ia lebih diunggulkan. Kita berharap remaja yang kini berada di rangking 361 dunia itu mampu melewati hadangan Liu yang berada di rangking 313 dunia.
Mimpi Olimpiade
Chico mengenal bulu tangkis dari sang ayah, Wardoyo. Ia kerap diajak sang ayah bermain bulu tangkis hingga akhirnya bergabung dengan PB Pemda.
“Dulu dari PB Pemda, tapi sekarang klubnya sudah ngga ada, ganti jadi cendrawasih sekarang,” beber anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Wardoyo dan Nurjaya itu dikutip dari badmintonindonesia.org.
Dalam hati kecil Chico ternyata memendam hasrat untuk menjadi pemain kelas dunia. Ia sadar mimpi tersebut mustahil terwujud bila tinggal tetap di Jayapura. Bakat plus postur tubuh yang tinggi menjadi modal berharga yang dibawanya saat memilih hijrah ke Jakarta pada 2013.
Bersamaklub Exist Jakarta, Chico mulai mengasah diri. Hasilnya langsung terlihat setahunkemudian. Turun di kelas remaja ia berhasil merengkuh tiga gelar juara yakni DjarumSirnas Padang, juara PON Remaja, juara Astec Open, dan menutup akhir tahun dengangelar juara Junior Master. Pada 2015, ia kembali berjaya di Sirnas Palembang dan Junior Masters.
Dari situ ia mendapat kesempatan magang di sentrum bulu tangkis Indonesia yakni Pelatnas. Tak butuh waktu lama, dari magang statusnya pun ditingkatkan menjadi penghuni, bergabung bersama para pemain bulu tangkis terbaik di tanah air.
Di Bilbao, penampilan Chico cukup memuaskan. Di kategori perorangan ia belum terkalahkan. Mendapat bye di babak pertama, lantas mengalahkan Kubilay Sadi dari Turki dan pemain Rusia, Egor Kurdyukor dalam dua game langsung untuk merebut satu tempat di babak keempat.
Di nomor ini ujian lebih berat bagi Chico baru diperoleh saat menghadapi Liu Haichao asal Tiongkok. Terlepas dari hasil yang bakal diperoleh setidaknya remaja bertinggi badan 179 cm ini sudah berada di jalur menuju pemenuhan mimpinya.
“Harapannya di bulutangkis inginnya bisa juara di berbagai turnamen, dan semoga bisa sampai ke Olimpiade,” tandasnya.
Meski demikian mimpi tersebut tidak akan terwujud dengan sendirinya. Jalan panjang masih membentang di depan sana. Jejak langkah Lin Dan, pebulutangkis kawakan Tiongkok, yang sangat diidolai, bisa menjadi acuan sekaligus penyemangat.
“Saya suka Lin Dan karena permainan cepatnya, dia bermain bagus di depan net dan serangan-serangannya pun memang bagus, semoga nanti saya bisa seperti dia,” harapnya.
Rela meninggalkan tanah kelahiran, Chico kini sudah berada di tempat yang tepat, dan diasah oleh orang yang benar. Semoga mutiara Papua itu akan bersinar suatu saat nanti seperti idolanya.
Terus berjuan Chico!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H