Kemenangan Manchester City atas Barcelona, 3-1, di fase grup C Liga Champions, Rabu (2/11/2016) dini hari WIB tadi benar-benar sempurna. Itulah kemenangan pertama Manchester Biru atas raksasa Catalan itu setelah enam kali percobaan, termasuk balas dendam sempurna setelah dipermalukan empat gol tanpa balas di Nou Camp pada pertemuan sebelumnya. Serentak mengakhiri rekor tujuh kemenangan beruntun Blaugrana atas tim-tim Inggris di pentas Eropa.
Tiga gol balasan Manchester Biru-masing-masing dua kali dari kaki pemain baru Ilkay Gundogan dan sekali dari Kevin de Bruyne-usai Lionel Messi lebih dulu menghadirkan cemas pada publik Etihad Stadium setelah lewat 20 menit pertandingan, mengirim banyak pesan.
Pesan pertama terkait performa tim setelah diasuh Pep Guardiola. Hasil ini menandakan bahwa kerja Guardiola semakin memuaskan. Pep tampaknya belajar banyak dari kekalahan telak di pertemuan sebelumnya, dan mampu melakukan perbaikan signifikan. Pep tak susah menemukan titik lemah Barca, tim yang pernah diasuh, diasah dan dipolesnya selama lebih dari satu dekade. Sebagai salah satu formatur penting dalam sepak bola Barcelona, jejak Pep sedikit banyak masih bertahan hingga kini. Sehingga terhadap gaya bermain tim, maupun kapabilitas para pemain utama Barca yang sebagian besar dikenalnya dengan sangat baik, Pep tak kesulitan menemukan celah untuk dieksploitasi.
Mendominasi laga, dan menyarangkan tiga gol ke gawang tim sekaliber Barcelona membuktikan tesis tersebut. Jumlah gol itu lebih banyak dari yang ditorehkan dalam lima kekalahan sebelumnya sekaligus menorehkan rekor baru sebagai tim Inggris pertama yang mampu mencetak trigol atau lebih di fase grup Liga Champions menghadapi raksasa Spanyol itu sejak terakhir kali dilakukan tetangga sebelah, Manchester United pada musim 1998/1999.
Meski armada Luis Enrique tampil tanpa bek kunci Gerard Pique dan gelandang maestro Andres Iniesta, performa City masih terlalu baik untuk direduksi. City memiliki tim yang sangat paadu dengan tambahan berkah dari sejumlah pemain luar biasa.
Kreativitas dan naluri gol De Bruyne benar-benar terlihat, sekaligus mengirim pesan sebagai salah satu striker terbaik Eropa saat ini. Aksi Gundogan tak ubahnya pemain siluman yang sulit ditebak gerak geriknya, serta Sergio Aguero yang menunjukkan diri sebagai striker pekerja keras yang berlari mencari ruang dan mengejar peluang tanpa lelah. Ditambah lagi Raheem Sterling yang bermain semakin baik di bawah sentuhan Guardiola.
Setelah kemenangan itu Guardiola malah bersikap dilematis, bahkan terbalik. Sembari mengakui kemenangan itu penting bagi tim, apalagi terhadap tim yang dicap sebagai yang terbaik di dunia, eks pelatih Bayern Muenchen itu kurang afdal dengan penampilan tim. Menurutnya masih banyak hal yang belum berjalan seperti yang dikehendaki. Ada bagian-bagian tertentu yang tak sejalan dengan skenario yang disusun.
"Kami bersaing dengan Barcelona, tapi untuk saat ini kami melakukannya dengan cara yang berbeda. Kami bermain bola lebih lama karena kami masih belum siap untuk menjaga bola dan bermain seperti yang mereka lakukan,”tuturnya membuka salah satu kartu kemenangan seperti dikutip BBC.com.
Yang dikatakan Pep jelas terlihat di lapangan. Meski mendominasi, para pemain City tak mau ambil risiko memegang bola terlalu lama, meniru gaya tiki taka Barcelona. Bagi Pep butuh waktu lama untuk bisa sempurna memainkan cara seperti itu.
"Mereka telah bermain seperti itu selama 25 tahun. Kami telah mencoba untuk bermain dengan gaya yang berbeda selama tiga atau empat bulan terakhir,"lanjut pria 45 tahun itu.
Selain itu hasil akhir yang terlihat tak lepas dari kejelian Pep dan kemampuan para pemain menerjemahkan semangat perubahan. Setelah tertinggal satu gol, City berhasil keluar dari tekanan dan langsung menyamakan kedudukan.