Lebih lanjut dikatakan Taslim, cost recovery itu tidak dalam bentuk dana atau uang tetapi produksi minyak. Dengan demikian jelas bahwa pemerintah sama sekali tidak mengeluarkan sepeserpun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu cost recoverybaru bisa diberikan setelah kontraktor memenuhi dua persyaratan utama. Kedua syarat tersebut yakni lapangan migas harus sudah berproduksi dan sudah ada pembeli yang siap menerima alokasi migas.
Lantas, bagaimana bila eksplorasi gagal alias tidak berhasil mendapatkan cadangan migas? “Biaya yang telah dikeluarkan itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontraktor,”tegas Marjolijn.
Biasanya prosentase pembagian liftingminyak adalah 85:15. Artinya, 85 persen hasil minyak menjadi bagian pemerintah sementara sisanya menjadi milik kontraktor. Sementara gas bumi besarannya adalah 70 persen untuk pemerintah dan 30 persen menjadi hak kontraktor.
Sebagai perpanjangan tangan negara SKK Migas memainkan peran penting sejak awal, mulai dari penentuan dan perumusan kontrak perjanjian,teknis lifting (mengawasi lifting di titik-titik penyerahan migas), saat penyerahan migas kepada pembeli dan setelah itu.
Mengutip sumber tersebut, “Setiap bulan, SKK Migas juga mengeluarkan perkiraan entitlement (provisional entitlement) berdasarkan jumlah lifting, harga minyak, dan biaya operasi pada bulan itu. Provisional entitlement menjadi acuan berapa bagian negara dan berapa bagian kontraktor KKS yang masih bisa diambil masing-masing pihak pada lifting berikutnya. Pada akhir tahun, SKK Migas menghitung ulang entitlement ini berdasarkan realisasi lifting, harga minyak, dan biaya operasi selama setahun penuh.”
Tugas SKK Migas bertambah berat melihat kondisi migas Indonesia saat ini. Bila pada tahun 1970-an Indonesia berjaya, tidak demikian saat ini. Dari waktu ke waktu produksi migas terus mengalami penurunan. Bahkan, seperti disampaikan Taslim, Indonesia sudah menjadi pengimpor minyak sejak 2004. Hal yang sama akan terjadi pula dengan gas yang diprediksi mulai berlangsung pada 2024.
Berdasarkan data SKK Migas, produksi minyak Indonesia per Mei 2016 yakni 832.000 barrel per hari atau tak lebih dari 1 persen produksi minyak dunia. Sementara produksi gas mencapai 8.215 standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Kondisi ini bertolak belakang dengan situasi beberapa tahun lalu saat cadangan minyak Indonesia menginjak angka 27 miliar barrel dan pernah menyandang predikat sebagai penghasil migas terbesar di Asia Tenggara.