Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengawetkan Kebhinekaan dengan Literasi Sosial Media

29 Agustus 2016   15:43 Diperbarui: 29 Agustus 2016   18:05 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa dari antaranya adalah interactivity (diindikasikan oleh rasio respons atau inisiatif dari pengguna terhadap tawaran dari sumber/pengirim), social presence (dialami oleh pengguna, sense of personal contactdengan orang lain), media richness (media baru dapat menjebatani adanya perbedaan kerangka referensi, mengurangi ambiguitas, memberikan isyarat-isyarat, lebih peka dan lebih personal), autonomy (seorang pengguna merasa dapat mengendalikan isi dan menggunakannya dan bersikap independen terhadap sumber), playfulness (digunakan untuk hiburan dan kenikmatan), privacy (diasosiasikan dengan penggunaan medium dan/atau isi yang dipilih), dan personalization (tingkatan di mana isi dan penggunaan media bersifat personal dan unik).

Seperti pisau bermata dua, internet tak hanya mendatangkan faedah. Tetapi juga mudarat. Kita bisa berkaca pada sejarah bangsa ini yang mulai merasakannya sejak kehadiran internet pada era 1990-an. Tepatnya, sejak lengsernya rezim Soeharto pada 1998 dan dibukanya keran lisensi kepada PT Rahajasa Media Internet sebagai Internet Service Provider komersial pertama di Indonesia pada 1996.

Sebelum keran demokrasi dan otoritarianisme dibuka, menurut Agus Triyono, kaum oposisi kelas menengah perkotaan menggunakan internet sebagai media berkomunikasi antaraktivis demi menghindari sensor pemerintah yang diterapkan terhadap media konvensional. Internet dipakai para aktivis untuk berkoordinasi dan mengukur seberapa besar dukungan internasional terhadap aksi demonstrasi yang hendak dilakukan.

Setelah Suharto lengser, wajah internet itu menjadi semakin nyata. Masyarakat, siapa saja, secara bebas berkomunikasi dan mengungkapkan pikiran politik tanpa pembatasan. Aplikasi demokrasi tidak lagi bersifat face to face tetapi teledemokrasi. Dalam dunia maya (cyberspace) terbentuk begitu banyak komunitas cyberentah dalam jejaring sosial Facebook, twitter, line dan sebagainya.

Interaksi dapat dilakukan secara intensif tanpa batas personal dan demografi. Karena itu ia dapat menjadi penggerak bagi sebuah komunitas atau massa untuk menyikapi sebuah isu atau persoalan bangsa. Contoh, ada dukungan cyber-society terhadap perlakuan RS Omni Internasional tehadap Prita Muliasari (bdk. Kompas,Rabu, 3 Juni 2009).

Ranah virtual tidak pernah luput dipakai sebagai media komunikasi antara pemimpin dan rakyatnya atau calon pemimpin dengan konstituen. Tidak sedikit kegiatan wakil rakyat yang menggunakan media blog, Facebook, Twitter sebagai saluran berkomunikasi dengan masyarakat untuk mendapatkan informasi, saran maupun kritik atas kebijakan yang dilakukan. Contoh ada komunitas Jokowi dalam jejaring Facebooksebagai sarana berkomunikasi antara pemimpin dan masyarakat.

Selain sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi, internet dapat dipakai sebagai sarana untuk mempercepat pelayanan publik. Konsep e-govermentmenjadi salah satu solusi memperbaiki kelambanan pelayanan terhadap masyarakat meski perlu didukung oleh penguasaan teknologi baik pada level pemerintah maupun masyarakat.

Bentivegna sebagaimana dalam McQuail (2010:152) coba merangkum sejumlah keuntungan potensial penggunaan internet. Pertama,interaktif. Ada komunikasi antara komunikator dan komunikan (pemimpin dan rakyatnya) bahkan jika dimanfaatkan secara tepat dapat dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tampuk kepemimpinan seperti yang ditunjukan Obama di Amerika Serikat.

Kedua,aspek kesetaraan. Komunikasi, dalam dunia maya setiap orang adalah setara. Berbeda dalam dunia nyata, ada hirarki yang amat jelas antara pemimpin dan rakyat. Ketiga,adanya efisiensi kerja bagi para jurnalis sebagai perantara antara pemerintah dan rakyat karena dibantu oleh internet sebagai medium perantara pula.

Keempat, low-cost. Dibandingkan dengan pertemuan secara langsung (tatap muka) dengan berbagai prosedur dan aturan protokoler yang memakan biaya yang tidak sedikit, internet menawarkan biaya yang murah dan sekaligus menghemat waktu. Prinsip ini di Indonesia diterapkan oleh sejumlah pemimpin di antaranya saat Dahlan Iskan menjabat Menteri BUMN dengan membentuk group-group BBM untuk berkomunikasi dan melangsungkan pertemuan tanp harus bertemu muka.

Kelima,kecepatan. Berbagai kebijakan yang diambil dapat disebarkan secara cepat dan diterima oleh masyarakat luas, sehingga diandaikan implementasinya pun dapat segera dibuat. Keenam,hilangnya batasan geografis. Dalam waktu bersamaan informasi kebijakan dapat diterima oleh masyarakat di Jakarta dan Sumatra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun