Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Ketika Menjadi Saksi Pertarungan Dua Tunggal Muda Indonesia

4 Juni 2016   00:52 Diperbarui: 4 Juni 2016   00:56 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbekal tiket gratis usai memenangkan kuis ‘ringan’ yang dibuat komunitas Koprol-Kompasianer Penggemar Olahraga (untuk hal ini perlu saya beri apresiasi kepada sang penggagas, Bang Yos Mo), saya berkesempatan menyaksikan secara langsung pertandingan babak perempat final BCA Indonesia Open Super Series Premier di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (3/06/2016).

Sepanjang siang hingga malam saya leluasa melihat dari dekat suasana Istora yang oleh pebulutangkis mancanegara disebut ‘angker’ tetapi bikin ‘kangen’ itu. Pun melihat langsung, walaupun harus berjuang untuk mendapatkan sudut pandang yang baik, kiprah para wakil Merah Putih yang sejauh ini hanya bisa dipantau lewat layar kaca, pemberitaan media atau potongan-potongan informasi di sosial media.

Sedikit memburu waktu dengan gelora dan semangat untuk segera melihat aksi para pebulutangkis saya pun masuk melalui pintu 6 A. Membawa serta stempel kecil di tangan sebagai tanda penonton ‘sah’ dan dipertegas dengan karcis berbentuk gelang yang melingkar indah di pergelangan tangan kiri.

Jam sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB. Tentu saja saya sudah melewatkan beberapa pertandingan yang telah dimulai sejak pukul 13.30 WIB. Termasuk absen menyaksikan dari dekat kiprah ganda campuran Alfian Eko Prasetia/Annisa Saufika menantang unggulan teratas dari Tiongkok Zhang Nan/Zhao Yunlei. Serta ganda putri Rizki Amelia Pradipta/Tiara Rosalia Nuraidah menghadapi Eefje Muskens/Selena Piek asal Belanda.

Kekalahan kedua wakil Merah Putih itu langsung terobati oleh riuh rendah seisi Istora yang menyemangati Ihsan Maulana Mustofa. Tunggal masa depan Indonesia itu sedang berlaga menghadapi wakil Inggris, Rajiv Ouseph di lapangan utama.

Tubuhnya kurus. Tingginya pun tak seberapa. Pandangan dari jauh semakin membuat pemuda 20 tahun itu terlihat mungil. Berbeda dengan Rajiv yang menjulang tinggi dan sedikit kekar.

Secara fisik cukup beralasan bila muncul keraguan bahwa pria asal Takismalaya itu mampu merobohkan pertahanan Rajiv. Terbukti benar di game pertama Ihsan kesulitan membongkar pertahanan tunggal 15 dunia itu. Ditambah lagi beberapa kali serangan yang dilancarkan Ihsan menyangkut di net. Set pertama pun berakhir dengan keunggulan wakil Inggris itu, 21-17.

Dalam keadaan tertinggal, dukungan penonton kepada Ihsan malah semakin menjadi-jadi. Teriakan Indonesia, Indonesia, berpadu irama kompak yang dihasilkan oleh dua balon udara yang dipukul semakin menggila.

Set kedua dimulai, Ihsan belum juga menemukan titik balik. Seperti set pertama, tunggal nomor 29 dunia itu selalu tertinggal, bahkan hingga mencapai kedudukan 10-6. Sebelum Rajiv mengunci interval pertama, Ihsan lebih dulu bangkit. Tujuh poin secara beruntun diberikan secara cuma-cuma kepada Ihsan.

Sejak itu Ihsan menemukan kepercayaan diri. Poin demi poin berhasil diperoleh hingga pemain klub Djarum itu mengakhiri perolehan poin sang lawan di angka 12 untuk memaksa rubber set.

Di set penentu euforia penonton semakin menjadi-jadi. Pandangan mata pendukung Merah Putih kompak tertuju ke lapangan satu. Dua partai yang sedang dihelat di lapangan dua dan tiga kelihatan seperti angin lalu dan pelarian sesaat kala Ihsan dan Rajiv rehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun