Sebagai pemain Barca, jenderal lapangan tengah ini sukses memenangkan empat gelar La Liga, satu Piala Eropa, satu gelar Copa del Rey dan satu gelar domestik Spanyol saat dipercaya sebagai kapten oleh Louis van Gaal pada 1997.
Sebelum meninggalkan Barca pada tahun 2001 setelah bermain selama 11 musim, ia masih sempat merasakan dua gelar liga dan Piala Spanyol.
Meski tenar sebagai pemain, status yang kedua, sebagai pelatih itu membuat nama mantan pemain Brescia, AS Roma, Al-Ahli (Qatar) dan Sinaloa (Meksiko) ini semakin berkibar. Tak tanggung-tanggung empat tahun bersama raksasa Catalonia, Pep sukses mempersembahkan 14 gelar termasuk sepasang trofi Liga Champions Eropa.
Pep telah membuktikan kegemilangannya di Spanyol dan Jerman. Namun tanda tanya menyeruak pasca penunjukannya sebagai pelatih The Citizen. Apakah kegemilangannya akan berlanjut? Lebih jauh, apakah Pep akan tetap setia berkiblat pada gaya khasnya?
“The style of football I see in England, I doubt he has that ini mind I mean, the football is very different. For that reason, I think he will have to change the mindset of English football,”tutur sang ayah.
Apakah sepakbola Inggris tak cukup indah dan menghibur? Dengan tanpa memberikan jawaban afirmaif, saya kira yang dimaksudkan sang ayah mengacu pada gaya sepakbola yang diterapkan sang anak dengan atraksi memainkan bola dari kaki ke kaki dengan tempo yang berubah-ubah dan menunda-nunda kesempatan untuk segera mencetak gol bila masih mungkin membuat para penonton berdecak kagum. Persis seperti saat kita melihat Barcelona tampil.
Seperti yang dikatakan sang ayah, jebolan akademi La Masia ini akan sulit menerapkan hal tersebut di Inggris. Liga Inggris sudah memiliki pakem tersendiri yang sudah berurat akar, tak hanya di level teknis tetapi juga pola pikir. Deretan pelatih dengan gaya berbeda sudah banyak yang datang dan pergi. Namun belum mampu memberikan perubahan berarti bagi gaya bermain dan filosofi sepakbola kick and rush-nya.
Namun saya kira Pep sudah mengambil keputusan dengan segala konsekuensi yang siap ditanggung. Berpetualang sudah menjadi biasa dalam dunia sepakbola, entah karena pilihan pribadi atau nasib buruk yang sedang berpihak seperti dialami rekan-rekan seprofesi lainnya.
"He was born for football. He liked everything-cinema, theatre-but he lived and lives for football”,ungkap sang ayah.
Dengan modal daya magis dan tangan dingin, berikut kecintaan super mendalam pada sepakbola itu, tentu Pep bisa melewati berbagai tantangan yang mungkin akan dihadapi di Inggris. Bukan soal uang, tetapi soal gaya bermain dan pola pikir. Itu pun jika ia ingin agar klub yang dipimpinnya tak hanya mengejar gol dan gelar semata, tetapi juga menyajikan atraksi dan hiburan memikat, seperti Barcelona. Akankah Pep mampu meraih kesuksesan memainkan misi pelik separuh mustahil untuk membuat Man City berasa Barcelona? Kita tunggu saja…