Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Pesan Bulu Tangkis untuk Indonesia 70 Tahun

17 Agustus 2015   13:53 Diperbarui: 17 Agustus 2015   13:53 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi Indonesia, Kejuaraan Dunia bulu tangkis tahun ini digelar pada momen yang tepat. Pertama, ajang akbar itu digelar menjelang Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ke-70. Tentu, ekspektasinya, Indonesia tak hanya sukses menjadi tuan rumah yang baik, tetap ada kumandang lagu kebangsaan Indonesia Raya di Istora Senayan Jakarta. Dendang lagu kebangsaan yang mendahului kibaran Sang Saka Merah Putih pada 17 Agustus.

Kedua, gelaran yang tahun ini bertajuk Total BWF World Championships 2015 menjadi tolak ukur perkembangan olahraga yang dianggap telah menjadi ‘sangat Indonesia’. Olahraga tepok bulu yang selama ini menjadi andalan sekaligus kebanggaan bangsa. Apakah bulu tangkis masih menjadi kebanggaan kita?

Tahun ini Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan sukses menjaga muka bangsa setelah merebut medali emas nomor ganda putra. Pasangan senior ini berhasil menggasak Liu Xiaolong/Qiu Zihan dengan skor 21-17, 21-14 sekaligus menjegal Tiongkok membawa pulang empat gelar juara setelah sebelumnya merajai sektor tunggal putra (lewat tunggal nomor satu dunia Chen Long), ganda campuran (lewat unggulan teratas Zhang Nan/Zhao Yunlei) dan ganda putri (Tian Qing/Zhao Yunlei).

Tentu prestasi Indonesia tahun ini jauh lebih baik dari ajang yang sama tahun sebelumnya di Kopenhagen, Denmark. Saat itu Indonesia hanya mampu membawa pulang satu medali perunggu melalui tunggal putra Tommy Sugiarto. Sementara Tiongkok pulang dengan tiga gelar juara.

Tahun ini Indonesia berhasil mengemas satu medali emas dan tiga medali perunggu sekaligus berada di urutan kedua di belakang Tiongkok pada klasemen akhir. Emas disumbangkan Hendra/Ahsan (sekaligus untuk kedua kalinya setelah tahun 2013 di Guangzhou,Tiongkok), sementara tiga perunggu dari tunggal putri Linda Wenifanetri, ganda putri Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir dari nomor ganda campuran.

Dengan tanpa mengabaikan prestasi pebulutangkis lainnya, nama Lindaweni Fanetri patut diangkat. Wanita kelahiran 18 Januari 25 tahun silam telah mengakhiri sejarah kelam sektor tunggal putri yang tak lagi masuk semifinal sejak terakir kali diukir oleh Susi Susanti 20 tahun silam.

Prestasi ini tentu pantas disambut dengan sukacita. Namun kesuksesan dara 22 tahun Carolina Marin mempertahankan gelar juara dunia memberi tanda sekaligus awasan bahwa negara non-Asia sudah berada di depan kita.

Wanita asal Spanyol, yang tahun lalu mengejutkan dunia dengan mengandaskan andalan Tiongkok Li Xuerui melalui perjuangan ketat tiga set, kembali mengukuhkan dominasinya. Wanita cantik yang pernah mencuri ilmu di tanah air telah melesat menjadi ratu tepok bulu dunia. Tak hanya Marin, nama tunggal putri India Saina Nehwal kini menjadi yang terbaik kedua di dunia.

Tentu kejuaraan dunia ini tak bisa dijadikan tolak ukur semata wayang untuk menilai perkembangan perbulutangkisan di tanah air. Namun dari sisi rangking dunia (data BWF sebelum kejuaraan dunia) hasilnya pun tak jauh berbeda. Di sektor tunggal putra tak ada satu pun pemain Indonesia yang masuk sepuluh besar dunia. Sektor tunggal putri pun setali tiga uang.  Nomor ganda putra dan ganda campuran kita masih memiliki Hendra/Ahsan dan Tontowi/Liliyana di jajaran elit. Sektor ganda putri ada Nitya Krishinda Maheswari/Greysia Polii.

Setidaknya ajang ini memberikan wanti-wanti bahwa Indonesia perlu terus berbenah jika tak ingin tersisih. Apalagi masa keemasan para pebulutangkis andalan kita akan segera berakhir. Kader-kader muda yang sudah mulai menunjukkan potensinya seperti Riky Widianto/Puspita Richi Dili dan Praveen Jordan/Debby Susanto (ganda campuran), Firman Abdul Kholik dan Ihsan Maulana Mustofa (tunggal putra) dan masih banyak lagi perlu terus diasah, difasilitasi dan diberi jam terbang yang lebih.

Tak hanya memberdayakan atlet yang sudah ada, regenerasi harus menjadi poin kunci untuk menjaga kesinambungan prestasi. Dibandingkan dengan Tiongkok dan negara-negara maju lainnya, kita masih tertinggal dalam hal ini. Tak heran pebulutangkis Tiongkok berjibun hampir di semua sektor. Karena itu pembinaan sejak dini dan berkesinambungan harus diperhatikan serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun