Bagi Indonesia, Kejuaraan Dunia bulu tangkis tahun ini digelar pada momen yang tepat. Pertama, ajang akbar itu digelar menjelang Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ke-70. Tentu, ekspektasinya, Indonesia tak hanya sukses menjadi tuan rumah yang baik, tetap ada kumandang lagu kebangsaan Indonesia Raya di Istora Senayan Jakarta. Dendang lagu kebangsaan yang mendahului kibaran Sang Saka Merah Putih pada 17 Agustus.
Kedua, gelaran yang tahun ini bertajuk Total BWF World Championships 2015 menjadi tolak ukur perkembangan olahraga yang dianggap telah menjadi ‘sangat Indonesia’. Olahraga tepok bulu yang selama ini menjadi andalan sekaligus kebanggaan bangsa. Apakah bulu tangkis masih menjadi kebanggaan kita?
Tahun ini Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan sukses menjaga muka bangsa setelah merebut medali emas nomor ganda putra. Pasangan senior ini berhasil menggasak Liu Xiaolong/Qiu Zihan dengan skor 21-17, 21-14 sekaligus menjegal Tiongkok membawa pulang empat gelar juara setelah sebelumnya merajai sektor tunggal putra (lewat tunggal nomor satu dunia Chen Long), ganda campuran (lewat unggulan teratas Zhang Nan/Zhao Yunlei) dan ganda putri (Tian Qing/Zhao Yunlei).
Tentu prestasi Indonesia tahun ini jauh lebih baik dari ajang yang sama tahun sebelumnya di Kopenhagen, Denmark. Saat itu Indonesia hanya mampu membawa pulang satu medali perunggu melalui tunggal putra Tommy Sugiarto. Sementara Tiongkok pulang dengan tiga gelar juara.
Tahun ini Indonesia berhasil mengemas satu medali emas dan tiga medali perunggu sekaligus berada di urutan kedua di belakang Tiongkok pada klasemen akhir. Emas disumbangkan Hendra/Ahsan (sekaligus untuk kedua kalinya setelah tahun 2013 di Guangzhou,Tiongkok), sementara tiga perunggu dari tunggal putri Linda Wenifanetri, ganda putri Greysia Polii/Nitya Krishinda Maheswari dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir dari nomor ganda campuran.
Dengan tanpa mengabaikan prestasi pebulutangkis lainnya, nama Lindaweni Fanetri patut diangkat. Wanita kelahiran 18 Januari 25 tahun silam telah mengakhiri sejarah kelam sektor tunggal putri yang tak lagi masuk semifinal sejak terakir kali diukir oleh Susi Susanti 20 tahun silam.
Wanita asal Spanyol, yang tahun lalu mengejutkan dunia dengan mengandaskan andalan Tiongkok Li Xuerui melalui perjuangan ketat tiga set, kembali mengukuhkan dominasinya. Wanita cantik yang pernah mencuri ilmu di tanah air telah melesat menjadi ratu tepok bulu dunia. Tak hanya Marin, nama tunggal putri India Saina Nehwal kini menjadi yang terbaik kedua di dunia.
Setidaknya ajang ini memberikan wanti-wanti bahwa Indonesia perlu terus berbenah jika tak ingin tersisih. Apalagi masa keemasan para pebulutangkis andalan kita akan segera berakhir. Kader-kader muda yang sudah mulai menunjukkan potensinya seperti Riky Widianto/Puspita Richi Dili dan Praveen Jordan/Debby Susanto (ganda campuran), Firman Abdul Kholik dan Ihsan Maulana Mustofa (tunggal putra) dan masih banyak lagi perlu terus diasah, difasilitasi dan diberi jam terbang yang lebih.
Tak hanya memberdayakan atlet yang sudah ada, regenerasi harus menjadi poin kunci untuk menjaga kesinambungan prestasi. Dibandingkan dengan Tiongkok dan negara-negara maju lainnya, kita masih tertinggal dalam hal ini. Tak heran pebulutangkis Tiongkok berjibun hampir di semua sektor. Karena itu pembinaan sejak dini dan berkesinambungan harus diperhatikan serius.