“Anda memiliki masa depan di sepak bola”, sambungnya mantap.
Pemakan Debu
Vidal sendiri telah memiliki cinta pada sepakbola sejak berusia enam tahun. Karena semangat bermain bola yang tinggi ini Vidal bahkan dikenal dengan sebutan Cometierra atau pemakan debu. Sapaan itu diberikan lantaran saban hari Vidal kecil selalu pulang dalam keadaan tubuh berlumuran debu.
"Dia tidur dengan itu (bola), ia terbangun dengan itu, ia bermain dengan itu sebelum sekolah, ketika ia pulang untuk makan siang, ia akan keluar dan bermain di lapangan setelah sekolah,” tutur sang paman bernama Victor mengenang masa kecil Vidal.
Perlahan tapi pasti, Vidal mulai menemukan ruang untuk menunjukkan diri. Saat berusia 12 tahun ia bergabung dengan klub Colo Colo salah satu dari klub besar di Santiago. Awalnya ia dianggap mendompleng nama pamannya sebagai mantan pemain klub tersebut untuk mendapat tempat di akademi tersebut.
Anggapan ini nyaris mendekati kenyataan ketika ia tak bisa diterima untuk menetap di akademi tersebut karena tubuhnya dianggap terlalu kurus. Ia diwajibkan melatih tiap hari jika ingin tetap bersama klub tersebut. Tak memiliki ongkos bus, Vidal tak jemu berlari enam mil untuk berlatih dan membuktikan diri layak ditawari kontrak.
Pada tahun kedua, bakatnya dilihat pelatih Hugo Gonzalez. Sosok yang dianggap sebagai pengganti sang ayah ini mengijinkan ia untuk tinggal di klub. Vidal pun membuktikan diri.
Pada tahun 2007, direktur olahraga Bayer Leverkusen Rudi Voller datang secara pribadi dengan melakoni perjalanan ke ibukota Chili untuk meminta Vidal pindah ke Bundesliga. Penandatanganan itu mengubah nasib hidupnya bersama keluarganya.
“Mama! Kita jutawan!" tangisnya.
Vidal harus berjuang ekstra keras untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Bukan hal mudah bagi remaja 19 tahun bergaul dengan bahasa, iklim dan segala sesuatu yang amat berbeda dengan tempat tinggalnya.