Pendidikan Ekonomi yang diampu oleh Ibu Emma Yunika Puspasari, S.Pd, M.Pd. mendiskusikan mengenai materi monopoli dan segala dinamika yang mengelilinginya. Diskusi ini membuka wawasan baru tentang bagaimana monopoli tidak hanya mempengaruhi  pasar, tetapi juga membawa dampak sosial yang luas.
Pada Rabu, 30 Oktober 2024, kami kelompok 4 yang beranggotakan Charla Vilia Aprilly, Citra Fathimah, Dahlia Istiqomah, Eka Amalia Romadhoni, dan Rendy Oktaviananda pada mata kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis dari ProdiDalam diskusi tersebut, salah satu audiens, inisial P, mengajukan pertanyaan yang menarik: "Apakah kegiatan monopoli termasuk kegiatan yang dilarang? Coba jelaskan secara lebih rinci bagaimana hukum persaingan usaha melindungi para konsumen dari praktik kegiatan monopoli ini?". Pertanyaan ini memberikan ruang untuk membahas secara lebih mendalam mengenai bagaimana hukum persaingan usaha berfungsi sebagai penjaga keadilan di pasar.
Dalam dunia ekonomi, istilah monopoli sering kali menimbulkan perdebatan yang tidak pernah usai. Monopoli, sebagai bentuk penguasaan pasar oleh satu pihak, dianggap sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, ia mampu menciptakan efisiensi dan inovasi, namun di sisi lain, ia dapat melumpuhkan persaingan yang sehat dan merugikan konsumen. Salah satu ciri utama dari monopoli adalah hanya terdapat satu penjual, yang memiliki kebebasan untuk menentukan jumlah barang atau jasa yang dijual serta harga. Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar pasar yang sehat, di mana persaingan mendorong inovasi dan menjaga harga tetap kompetitif.
Jika dilihat dari perspektif seorang pedagang atau pengusaha, menentukan jumlah barang atau jasa yang dijual memang wajar. Pengusaha memiliki hak untuk mengelola usahanya secara mandiri. Akan tetapi, ketika kebebasan ini disalahgunakan hingga mendominasi pasar secara tidak wajar, hukum persaingan usaha hadir untuk melindungi konsumen dan mencegah dampak buruknya.
Hukum persaingan usaha, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, dirancang untuk memastikan agar pasar tetap kompetitif. Regulasi ini melarang berbagai praktik yang dianggap merugikan konsumen, seperti penetapan harga sepihak, penghalangan masuknya pesaing baru, dan penguasaan pasar secara dominan. Dalam konteks ini, hukum berperan penting untuk melindungi konsumen dari eksploitasi, seperti harga yang tidak wajar, pilihan yang terbatas, dan layanan yang buruk.
Contoh nyata dari praktik monopoli dapat kita lihat dalam skala yang lebih sederhana. Misalnya, di sebuah desa kecil hanya terdapat satu toko kelontong yang menyediakan kebutuhan pokok. Karena tidak ada pesaing, pemilik toko merasa bebas untuk menaikkan harga sesuka hati atau mengurangi kualitas barang yang dijual. Situasi ini dapat berpotensi merugikan masyarakat desa jika pemilik toko tidak menjaga prinsip keadilan dan keseimbangan dalam berbisnis.oleh karena itu, regulasi dan kesadaran sosial menjadi penting untuk memastikan praktik semacam ini tetap berpihak pada kepentingan konsumen.
Sementara itu, dalam skala besar, dalam skala yang lebih besar, praktik monopoli dapat dilihat di berbagai sektor strategis, seperti energi, telekomunikasi, atau transportasi. Dominasi yang tidak diimbangi dengan persaingan sehat sering kali menimbulkan ketidakseimbangan dalam pasar, seperti keterbatasan pilihan dan peningkatan harga yang signifikan. Namun, penting untuk dicatat bahwa beberapa kasus, monopoli yang diatur dengan baik dapat memberikan manfaat, seperti efisiensi produksi dan distribusi dalam sektor publik.Â
Ironisnya, pemerintah sendiri kadang menjadi aktor yang menciptakan monopoli yang tidak sehat. Alih-alih melindungi kepentingan publik, mereka memberikan hak monopoli kepada perusahaan tertentu melalui regulasi yang bias. Contoh kasus seperti sektor transportasi daring di Indonesia menunjukkan bagaimana kebijakan yang tidak transparan dapat menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain.
Pada akhirnya, pertanyaan tentang siapa yang berhak memonopoli harus dilihat dalam kerangka yang lebih luas. Monopoli bukan hanya soal keuntungan ekonomi atau dominasi pasar, tetapi juga tentang keadilan dan tanggung jawab sosial. Dalam dunia yang semakin kompleks, regulasi yang adil dan transparan menjadi kunci untuk memastikan monopoli tidak menjadi alat penindasan, tetapi sarana untuk menciptakan manfaat bersama.
Jadi, siapa yang berhak memonopoli? Jawabannya tergantung pada apakah monopoli tersebut dapat memberikan kebaikan bagi banyak orang atau hanya menguntungkan segelintir pihak. Dengan kata lain, hak monopoli bukanlah hak yang mutlak, melainkan kepercayaan yang harus dijaga dengan baik oleh siapa pun yang memilikinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H