Mohon tunggu...
Charisma Rahma
Charisma Rahma Mohon Tunggu... -

:)

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Reklamasi, Solusi Menghijaukan Lahan Bekas Tambang

23 September 2014   20:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:48 3616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_361077" align="aligncenter" width="397" caption="Menteri Kehutanan Apresiasi Hasil Reklamasi Pasca Tambang PT Bukit Asam (sumber: Indonesia menanam)"][/caption]

Sebuah bukit yang terletak di Tanjung Enim terlihat hijau dan rimbun tertutup rimbunan pohon akasia dan kayu putih. Sulit dibayangkan, bukit yang menghijau itu dulunya adalah bekas tambang PT Bukit Asam (Persero) Tbk dengan lubang besar dan dalam yang terlihat menganga. Kedalaman lubang seluas 3.350,5 hektar di Tambang Airlaya di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan adalah 110 meter di bawah permukaan air laut.

PT Bukit Asam (Persero) Tbk mereklamasi lahan sekitar awal tahun 1990 seteleh eksploitasi selesai. Lubang-lubang bekas tambang di Tanjung Enim akan disulap menjadi Taman Hutan Rakyat Enim (Tahura Enim) dengan luas 5.394 hektar, meliputi 3.350,5 hektar tambang Air Laya dan 2.044,1 hektar di bekas tambang Banko Barat. Rencananya, Tahura Enim yang terdiri dari bumi perkemahan dan hutan wisata itu akan dapat dinikmati tahun 2043(http://regional.kompas.com/read/2011/08/12/04382891/Penghijauan.untuk.Menutup.Luka.Bumi).

Reklamasi yang dilakukan PT Bukit Asam (Persero) Tbk membuktikan bahwa kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan bisa diminimalkan selama perusahaan memiliki niat dan kemauan.

Di tempat berbeda, terdapat sebuah danau yang di sekitarnya tumbuh subur pepohonan, danau tersebut sering disebut oleh masyarakat Gresik sebagai Telaga Ngipik. Danau yang terletak di komplek industri di Kabupaten Gresik, mulanya adalah lahan tambang milik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, yang sebelumnya adalah PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Seluas 20 hektar lahan dieksploitasi untuk tambang bahan baku semen hingga menyisakan kubangan atau lubang.

[caption id="attachment_361078" align="aligncenter" width="391" caption="Danau Ngipik (Sumber: East Java Traveller)"]

141145443523487083
141145443523487083
[/caption]

Danau Ngipik dimanfaatkan sebagai tempat wisata dan olahraga air. Hijaunya pepohon yang ditanam di sekitar danau menghapus kesan Gresik sebagai kota yang penuh polusi dan panas. Ski air adalah olahraga air yang biasa dilakukan di Danau Ngipik. Bahkan, para atlit ski air bertaraf nasional pun rutin melakukan latihan di danau tadah hujan tersebut.

Di sekeliling danau akan banyak dijumpai wisatawan lokal pada hari libur. Tak sedikit pula dijumpai para pemancing. Banyak pula berdiri warung-warung di sekitar danau yang menggantungkan dari wisatawan yang berkunjung. Danau Ngipik juga dilengkapi dengan permainan anak dan perahu motor yang digunakan untuk mengelilingi danau.

Sebagai perusahaan yang berkomitmen sebagai perusahaan ramah lingkungan, PT Semen Indonesia memiliki tanggung jawab untuk mereklamasi lahan pasca-tambang. Dengan program bina lingkungan, lahan yang dulunya bekas tambang tanah liat harus harus bisa memberikan manfaat yang positif bagi masyarakat. PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. mampu membuktikan bahwa pembuatan danau di area bekas tambang mampu memberikan manfaat sebagai tempat wisata sekaligus membawa manfaat bagi segi perekonomian masyarakat.

Kegiatan penambangan dengan berwawasan lingkungan penting dilakukan oleh setiap pengusaha tambang, agar dalam  pasca-penambangan perusahaan bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan reklamasi untuk mengembalikan kesuburan dan menghijaukannya kembali, demi memberikan kemanfaatan bagi masyarakat.

Pertambangan memang selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sudah tidak diragukan lagi bahwa sektor pertambangan menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, Tak bisa disangkal, kegiatan penambangan selalu diikuti kerusakan lingkungan yang masif.

Daerah pertambangan pada umumnya dipersepsikan sebagai daerah dengan kondisi lahan yang kritis dan tercemar oleh limbah beracun. Secara umum, masalah utama yang seringkali muncul pasca kegiatan pertambangan adalah masalah perubahan lingkungan dan perubahan bentang alam. Perubahan besar yang terlihat kasat mata adalah perubahan morpologi dan topografi lahan, serta penurunan produktivitas tanah. Lubang galian ditinggalkan tak terurus dan daya dukung lingkungan yang rusak, seperti air yang tercemar maupun tanah yang tak subur lagi. Secara lebih rinci, terdapat pula perubahan atau gangguan yang terjadi pada flora dan fauna yang ada di lahan bekas tambang.

Perubahan kondisi lingkungan yang terjadi di lokasi tambang dan sekitarnya merupakan konsekuensi dari proses kegiatan penambangan. Namun demikian perubahan lingkungan tersebut dapat diminimalkan dengan melakukan reklamasi pada lahan-lahan bekas tambang yang telah dinyatakan selesai. Setelah aktivitas penambangan selesai, lahan harus segera direklamasi. Tujuanya untuk menghindari kemungkinan timbulnya potensi kerusakan lain. Potensi tersebut seperti timbulnya air asam tambang, penurunan daya dukung tanah bahkan terjadinya kerusakan lahan lebih luas.

Reklamasi lahan tambang meliputi proses penutupan tambang yang disertai dengan kegiatan pengaturan kembali kontur lahan agar diperoleh kondisi stabil, dan melakukan revegetasi pada lahan yang telah distabilisasi. Reklamasi lahan tambang menjadi bagian penting dari suatu siklus hidup tambang karena tuntutan terhadap lingkungan yang berdayaguna. Keseluruhan proses pembangunan tambang dan rencana penggunaan lahan pada masa pasca tambang merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan. Kegiatan reklamasi disesuaikan dengan rencana akhir pemanfaatan lahan bekas tambang, misalnya untuk tujuan kehutanan, perkebunan, ekowisata, ataupun sebagai pemukiman. Pemanfaatan dapat dilakukan sesuai dengan kebijakan masing-masing perusahaan pertambangan yang disesuaikan dengan karakter lahan bekas tambang, dengan catatan tetap memperhatikan aspek lingkungan.

Tujuan kegiatan reklamasi lahan tambang adalah untuk memperbaiki kerusakan ekosistem lahan eks tambang melalui perbaikan kesuburan tanah dan penanaman lahan di permukaan. Tujuan lainnya adalah menjaga agar lahan tidak labil, lebih produktif, dan meningkatkan produktivitas lahan eks tambang. Akhirnya reklamasi dapat menghasilkan nilai tambah bagi lingkungan dan menciptakan keadaan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan pasca-eksploitasi pertambangan.

Masa depan industri pertambangan tergantung dari warisan yang ditinggalkannya. Reputasi perusahaan, tidak saja dinilai pada saat memberikan manfaat selama operasi tambang. Namun, juga tidak dilepaskan dari beberapa jauh tanggung jawab perusahaan terhadap proses penutupan tambang. Penutupan tambang yang buruk atau bahkan ditelantarkan akan menyebabkan masalah warisan yang sulit bagi pemerintah, masyarakat, perusahaan dan pada akhirnya akan merusak citra industri pertambangan secara keseluruhan. Untuk itu, pertambangan yang baik harus menerapkan prinsip-prinsip reklamasi dan pasca tambang dari sisi lingkungan hidup serta konservasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun