Mohon tunggu...
Charisma Rahma
Charisma Rahma Mohon Tunggu... -

:)

Selanjutnya

Tutup

Nature

INOVASI TEKNOLOGI REKLAMASI LAHAN PASCATAMBANG TANPA PENAMBAHAN TANAH PUCUK

21 Oktober 2014   17:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:15 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14138627441883839604

[caption id="attachment_368062" align="aligncenter" width="560" caption="Sebelum & Sesudah Reklamasi"][/caption]

Keterbatasan tanah pucuk atau topsoil di lahan bekas tambang, menggerakkan PT Indmira untuk menciptakan inovasi baru dalam teknologi reklamasi lahan pascatambang. Teknologi reklamasi lahan pascatambang tanpa penambahan tanah pucuk mampu menjadi jawaban untuk mengatasi keterbatasan tanah pucuk. Teknologi ini disebut dengan teknologi biostimulasi.

Dalam teknologi reklamasi secara konvensional, cara yang dilakukan adalah dengan melakukan penambahan tanah pucuk, bokashi sebanyak 10-20 ton per hektar, dan kapur pertanian sebanyak 5 ton per hektar. Cara tersebut dinilai kurang efisien, karena sangat sulit untuk mengatasi keterbatasan tanah pucuk. Secara fisik, lahan sudah tidak memiliki kandungan tanah pucuk karena telah mengalami kerusakan dan terdapat berbagai lapisan penghambat pertumbuhan tanaman seperti pasir, kerikil, lapisan sisa-sisa tailing. Untuk mendapatkan tanah pucuk harus mencarinya pada lahan lain. Padahal jumlah tanah pucuk yang diperlukan tentu sangat banyak, tergantung dari luas areal reklamasi. Kebutuhan bokashi juga terlampau banyak,sedangkan untuk menghasilkan bokashi dalam jumlah yang banyak sangatlah sulit. Kapur pertanian yang dibutuhkan pun juga terbilang banyak.

Dengan teknologi reklamasi konvensional, keberhasilan reklamasi lahan pascatambang hanya dapat mencapai 50% saja. Di sisi lain, tanaman tidak akan dapat tumbuh dengan subur, karena terlalu banyak menggunakan kapur pertanian. Kapur pertanian yang terlalu banyak dapat mengakibatkan tanah menjadi jenuh dan tidak bisa mendegradasi logam-logam berat pada material overbuden.

Melalui teknologi biostimulasi, dalam setiap hektarnya hanya membutuhkan sebanyak 150 kilogram biostimulan. Sungguh perbandingan yang amat jauh jika dibandingkan dengan teknologi reklamasi konvensional. Biostimulan berfungsi sebagai pengganti dari tanah pucuk yang mampu menjaga kelembaban dan kesuburan tanah. Kualitas biostimulan dapat dikatakan jauh di atas tanah pucuk.

Biostimulan yang diproduksi oleh PT Indmira mengandung bahan-bahan alami yang merupakan hasil dari fermentasi bahan-bahan organik serta isolat dan seleksi bakteri unggulan untuk mendegradasi toksik, menjadikan teknologi reklamasi biostimulasi aman bagi lingkungan dan tidak akan menimbulkan efek samping bagi lingkungan. Biaya reklamasi yang lebih hemat sebanyak 40%, tingkat keberhasilan yang tinggi, waktu yang relatif singkat, dan penerapan teknologi reklamasi yang ramah lingkungan juga menjadi keunggulan dari teknologi biostimulasi.

Untuk mereklamasi lahan pascatambang memang tidak mudah, banyak kendala di lapangan yang harus dihadapi. PH tanah yang rendah dengan tingkat kemasaman tanah yang tinggi, lahan pascatambang yang mengalami bulk density akibat penggunaan alat berat, lahan yang akan direklamasi merupakan bekas stockpile batubara, rusaknya tektur dan struktur lahan, intensitas hujan rendah, ketersediaan bahan organik yang rendah, dan terdapat logam-logam berat, mampu diatasi PT Indmira dalam proses reklamasi. Terbukti dengan keberhasilan reklamasi lahan pascatambang yang dapat mencapai hingga 95%.

Keberhasilan reklamasi lahan pascatambang juga terlihat dari adanya ekosistem yang yang terbentuk setelah adanya reklamasi. Air asam tambang (AAT) pun sudah bersifat netral, endapannya dapat digunakan sebagai campuran pupuk untuk lahan kritis karena bahan organik yang terkandung di dalamnya.

Proses reklamasi lahan bekas tambang diawali dengan memperbaiki tekstur dan struktur lahan pasca tambang dengan menggunakan biostimulan yang khusus dibuat untuk memperbaiki lahan pasca tambang. Dalam proses perbaikan dan struktur lahan dilakukan pencacahan lahan terlebih dahulu sebelum pengaplikasian stimulan untuk mempermudah proses kerja dari stimulan. Setelah pemberian biostimulan, lahan disiram hingga jenuh dan didiamkan serta dijaga selama kurang lebih dua minggu. Apabila lahan kering maka perlu untuk disiram, sedangkan jika tergenang air, maka air  yang menggenang perlu disedot.

Setelah didiamkan selama kurang lebih dua minggu, tahap selanjutnya adalah pemberian biostimulan pembenah tanah dan pemberian nutrisi untuk tanaman. Biostimulan ditaburkan dan disiram, kemudian didiamkan kurang lebih satu bulan untuk mengoptimalkan proses kerja biostimulan. Proses revegetasi pun siap untuk dilakukan. Revegetasi tanaman dilakukan melalui penanaman tanaman tahunan dan penaburan legume cover crop (LCC). Ketika intensitas hujan renda, maka dibuat penampungan air untuk mempermudah penyiraman. Sengon buto, sengon laut, kayu putih, dan trembesi biasa dipilih sebagai tanaman tahunan yang ditanam karena tanaman-tanaman tersebut mampu bertahan pada suhu yang ekstrem dan tidak terlalu membutuhkan banyak air.

Dalam waktu kurang lebih dua bulan saja, lahan bekas tambang yang sudah diterapi siap untuk ditanami. Bahkan, untuk lahan bekas tambang yang kerusakannya mencapai hingga ambang batas terparah pun sudah mampu ditanami dalam waktu maksimal tiga bulan saja.

Melalui teknologi biostimulan, proses penananam tanaman tahunan dapat dilakukan bersamaan dengan penanaman LCC. Pada umumnya, LCC berfungsi untuk menumbuhkan mikroorganisme dalam tanah. Mikroorganisme dari lahan bekas tambang yang sudah diterapi oleh PT Indmira dapat tumbuh secara alami melalui penambahan biostimulan yang sudah dilakukan. Sehingga, penanaman LCC hanya ditujukan sebagai indikator apakah tanah mengandung unsur makro dan mikro.

Proses perawatan dilakukan dengan pemantauan tanaman setelah penanaman. Setiap tiga bulan sekali akan diaplikasikan pupuk makro untuk tanaman yang kerdil agar bisa tumbuh maksimal. Dalam waktu satu tahun pun, lahan yang sudah direvegetasi siap untuk dilepas tanpa proses perawatan dan pemantauan yang intens. Lahan yang sudah direklamasi dapat dikembalikan sesuai fungsi dan peruntukannya. Ekosistem yang sempat menghilang akibat proses pertambangan perlahan dapat kembali seperti semula.

Dengan melakukan reklamasi, perusahaan tambang sudah memenuhi kewajibannya untuk melakukan reklamasi pascatambang. Dalam peraturan Pemerintah no 7 tahun 2014 mewajibkan semua perusahaan tambang baik batubara maupun mineral bijih untuk melakukan reklamasi pascatambang. Setelah perusahaan tambang sadar akan pemenuhan kewajibannya, tinggal bagaimana perusahaan tersebut secara bijak dapat menentukan teknologi reklamasi mana yang akan dipilih. Hendaknya pengusaha tambang dapat memilih teknologi reklamasi yang ramah lingkungan agar misi untuk merehabilitasi lahan dapat terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun