Fenomena sandwich generation adalah realitas yang tidak bisa diabaikan di era modern ini. Generasi yang terjepit di antara tuntutan ekonomi dari orang tua dan anak-anaknya harus menghadapi tantangan yang kompleks dan membingungkan. Konsep ini, seperti namanya, seperti terjepit di antara dua lapis roti, dengan tanggung jawab yang muncul dari kedua arah. Ini terutama dirasakan oleh generasi Y, yang berada di tengah-tengah antara orang tua Baby Boomer atau Gen-X dan anak-anak mereka dari Gen-Z hingga Gen-Alpha.
Kesulitan utama yang dihadapi oleh sandwich generation adalah menanggung beban kebutuhan finansial yang beragam dari kedua arah. Mereka harus mengelola keuangan untuk memenuhi kebutuhan orang tua yang mungkin memasuki usia lanjut dan memerlukan perawatan kesehatan, sementara juga mengurus anak-anak mereka yang mungkin masih memerlukan biaya pendidikan, perawatan, dan kebutuhan sehari-hari.
Sandwich generation tidak hanya harus menghadapi tantangan finansial, tetapi juga emosional. Mereka mungkin merasa terjebak di antara dua tanggung jawab yang berat, merasa stres, cemas, dan bahkan merasa bersalah jika tidak dapat memenuhi kebutuhan kedua belah pihak dengan baik.
Istilah "sandwich generation" pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy A. Miller, seorang ahli fisioterapi dan direktur praktikum di Universitas Western Kentucky, USA. Konsep ini menggambarkan posisi sulit generasi yang terjepit di antara dua generasi yang memerlukan perhatian dan dukungan mereka.
Perasaan tertekan dan terjebak dalam peran yang kompleks ini dapat mengakibatkan stres yang berkepanjangan dan berdampak negatif pada kesejahteraan fisik dan mental generasi sandwich. Ini juga dapat memengaruhi hubungan mereka dengan anggota keluarga lainnya dan kualitas hidup secara keseluruhan.
Dalam konteks Islam, pendekatan terhadap fenomena ini sangatlah penting. Islam tidak pernah bermaksud untuk menyengsarakan pemeluknya, namun pada saat yang sama, agama ini menekankan pentingnya berbakti pada orang tua dan memberikan dukungan kepada keluarga.
Menurut ajaran Islam, mencari kekayaan dan kesuksesan finansial tidaklah dilarang, selama itu dilakukan dengan cara yang halal dan bertanggung jawab. Namun, kekayaan harus dialokasikan dengan bijak dan diprioritaskan sesuai dengan kebutuhan yang mendesak, termasuk kebutuhan keluarga.
Konsep birrul walidain, atau berbakti pada orang tua, sangat penting dalam Islam. Namun, hal ini tidak selalu sederhana dan bisa menjadi sulit bagi generasi sandwich yang harus mengelola kebutuhan finansial dari berbagai arah. Namun, menjaga keseimbangan antara kewajiban terhadap orang tua dan anak-anak merupakan bagian integral dari prinsip-prinsip agama.
Dalam konteks ini, penting bagi generasi sandwich untuk memprioritaskan kebutuhan keluarga dengan bijak, berkomunikasi secara terbuka dengan semua pihak yang terlibat, dan mencari solusi yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan etika.
Pendidikan finansial dan manajemen keuangan juga sangat penting bagi generasi sandwich agar dapat mengelola keuangan mereka dengan efisien dan mengatasi tantangan ekonomi yang mereka hadapi.
Dalam era generasi sandwich, di mana seseorang dihadapkan dengan tanggung jawab merawat orang tua di samping mengasuh anak-anak sendiri, mendidik anak menjadi tugas yang semakin kompleks dan menuntut. Generasi sandwich seringkali harus menjalani peran ganda sebagai orang tua dan anak sekaligus. Oleh karena itu, penting untuk memahami cara mendidik anak di tengah dinamika yang unik ini.