Mohon tunggu...
Charisma Dina Wulandari
Charisma Dina Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Public Relations Specialist

Experienced in Public Relations with a background in diverse industries such as startups, consulting, government and multinational company. Skilled in Media Monitoring, Media Analysis, Media Relations, Content Writer, Content Planning, Social Media Handling, Communication Campaign, Strategic PR Plan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Faktor Penyebab dan Dampak Keluarga Broken Home

7 April 2024   15:56 Diperbarui: 7 April 2024   16:01 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keluarga, sebuah lembaga yang seharusnya diisi dengan kehangatan, kebersamaan, dan perlindungan bagi setiap anggotanya, terkadang mengalami situasi yang menyedihkan, yang dikenal sebagai broken home. Broken home adalah kondisi di mana terjadi perpecahan atau ketidakutuhan dalam sebuah keluarga, baik karena perceraian, kematian salah satu pasangan, atau ketidakharmonisan yang berlarut-larut. Hal ini tidak hanya mempengaruhi kedua pasangan, tetapi juga anak-anak, menjadi pihak yang paling terpukul dalam situasi tersebut.

Ketika komunikasi dalam sebuah keluarga tidak berjalan lancar, seringkali terjadi ketidakpahaman dan konflik yang berujung pada perpecahan. Contohnya, pasangan yang tidak mampu menyampaikan perasaan atau kebutuhan mereka dengan jelas dapat memicu pertengkaran yang tidak perlu, memperkeruh suasana di rumah.

Sikap egois dari salah satu atau kedua pasangan juga bisa merusak hubungan keluarga. Misalnya, ketika salah satu pasangan lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan keluarga secara keseluruhan, hal ini bisa mengakibatkan ketidakpahaman dan ketidakharmonisan.

Masalah ekonomi juga sering menjadi pemicu perselisihan dalam keluarga. Ketidakstabilan ekonomi dapat menciptakan tekanan tambahan yang menyebabkan pertengkaran antara suami dan istri. Misalnya, ketika keluarga mengalami kesulitan keuangan yang serius, hal ini dapat menimbulkan stres dan kecemasan yang berujung pada ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

Kehidupan yang sibuk dan padat aktivitas juga dapat menjadi faktor penyebab broken home. Misalnya, jika kedua pasangan sibuk dengan pekerjaan dan aktivitas luar lainnya, mereka mungkin kehilangan waktu untuk saling berkumpul dan berkomunikasi, yang pada gilirannya dapat merusak hubungan mereka.

Rendahnya pemahaman dan pendidikan juga dapat menghambat kemampuan suami-istri untuk memahami dan menyelesaikan konflik dengan baik. Misalnya, jika salah satu pasangan kurang memiliki pemahaman yang cukup tentang bagaimana menangani konflik atau kurangnya keterampilan dalam berkomunikasi secara efektif, hal ini dapat menyulitkan mereka untuk menyelesaikan masalah dengan baik.

Campur tangan pihak luar dalam masalah rumah tangga juga bisa memperkeruh situasi. Misalnya, ketika keluarga terlibat dalam konflik, tetapi malah mendapat campur tangan dari pihak luar yang tidak terlibat secara langsung, hal ini dapat memperburuk situasi dan memicu perceraian.

Dampak dari broken home tidak hanya dirasakan oleh kedua pasangan, tetapi juga anak-anak. Anak-anak cenderung mengalami penurunan prestasi akademik karena kurangnya perhatian dari orang tua. Misalnya, ketika orang tua terlalu sibuk menyelesaikan masalah pribadi mereka sendiri, mereka mungkin tidak memberikan perhatian yang cukup kepada pendidikan anak-anak mereka.

Perceraian adalah momen yang sangat sulit bagi setiap keluarga, terutama bagi anak-anak yang terlibat di dalamnya. Dampak psikologis yang ditimbulkan pada anak-anak akibat perceraian orang tua dapat sangat signifikan dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu dampak utamanya adalah terjadinya stres emosional yang berat pada anak-anak. Mereka sering kali merasa kehilangan, bingung, dan cemas tentang masa depan mereka.

Pada banyak kasus, anak-anak mengalami perasaan bersalah atas perceraian orang tua mereka. Mereka mungkin merasa bahwa mereka adalah penyebab terjadinya perceraian, meskipun dalam kenyataannya itu bukanlah tanggung jawab mereka. Perasaan bersalah semacam ini dapat merusak harga diri anak dan mempengaruhi perkembangan emosional mereka secara negatif.

Anak-anak yang mengalami perceraian orang tua juga rentan mengalami kecemasan dan ketakutan akan kehilangan. Mereka khawatir tentang keamanan dan stabilitas hidup mereka di masa depan, terutama jika perceraian tersebut terjadi dalam situasi yang penuh konflik dan ketidakpastian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun