Mohon tunggu...
Charis Dewantara
Charis Dewantara Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Dari masyarakat membaca akan lahir masyarakat yang cerdas dan bijaksana

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah (Juara): Pencipta Lapangan Serba-Ada Kecerdasan

26 April 2014   01:58 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:11 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh : Ahmad Asroji)**

Setiap peserta didik memiliki jenis kecerdasan yang berbeda-beda

dan setiap peserta didik itu adalah juara.

Tugas para guru dan sekolah yakni menemukan bakat dan kemampuan peserta didik.

--Munif Chatib--

Manusia adalah pribadi yang unik dan berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Letak keunikan dan perbedaan tersebut terdapat pada pemberian Tuhan kepada manusia berupa akal. Akal merupakan sebuah alat khusus yang diberikan kepada manusia agar digunakan sebaik mungkin sebagai sarana berfikir. Hal inilah yang menjadi ciri dan hakikat manusia, yakni melakukan aktifitas berfikir. Dengan berfikir, manusia akan mampu menjadi manusia yang seutuhnya. Yakni manusia yang selalu melakukan kegiatan mengolah kerja otak dalam menyelesaikan sesuatu. Adapun hasil kegiatan berfikir adalah kemampuan melakukan “ikhtiar” dalam perkembangan ilmu, penciptaan karya, penemuan teknologi, dan peradaban manusia.

Kecerdasan, sesungguhnya, adalah kemampuan memecahkan masalah dan kreatifitas. Kecerdasan merupakan suatu perilaku yang diulang-ulang, bersifat dinamis, dan berkembang sesuai dengan pola serta kebiasaan. Semakin sering kita mengahadapi keluhan berupa masalah, semakin cepat otak kita merespons untuk mencari solusinya. Kecerdasan, dengan meminjam kacamata psikologi perkembangan, berhubungan erat dengan kemampuan seseorang. Adapan kemampuan manusia yaitu terdiri dari aspekafektif, psikomotorik, dan kognitif.

Kemampuan afektif adalah suatu respons atau perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Dalam dunia sekolah, anak yang berperilaku baik, seperti tidak pernah terlambat, sopan dan santun, selalu menghormati orang yang lebih tua, merupakan contoh peserta didik yang memiliki kemampuan afektif. Sedangkan kemampuan psikomotorik yaitu kemampuan seseorang untuk menampilkan diri tentang sesuatu atau menghasilkan produk, sesederhana apapun. Misalnya, anak yang berani tampil untuk memberikan presentasi, membaca puisi, menyanyi, menari, atau olahraga yang disukainya. Sementara itu, kemampuan kognitif adalah kemampuan olah pikir seseorang untuk mengenali, menganalisis sesuatu, dan akhirnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.

Ada fakta dan kejadian yang menunjukkan bahwa para guru dan sekolah tidak benar-benar adil dalam menilai kecerdasan beragam anak didik. Dan, proses ini masih berlangsung hingga kini. Pendidikan di sekolah kita telah membuat definisi yang tidak manusiawi tentang kemampuan. Kenyataannya, kemampuan hanya dihargai dari sisi kognitif semata, tanpa melihat dimensi kemampuan dalam diri manusia yang lebih luas. Hal ini terbukti dengan lulus atau tidaknya seseorang dalam menempuh pendidikan diukur dari Ujian Nasional (UN) dengan standarisasi angka.

Sebagai penyelenggara negara, pemerintah mengakomodasi segala jenis kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik manusia melalui pendidikan nasional, yang tidak lain adalah institusi sekolah. Mengacu kepada hakikat sifat dan perilaku manusia sebagai makhluk yang berfikir, pendidikan berkeadilan adalah pendidikan yang mengakomodasi serba-ada kecerdasan pada setiap insan manusia. Pendidikan itu berorientasi pada tumbuh dan berkembangnya peserta didik bukan hanya prestasi akademik, melainkan melindungi dan menjamin manusia yang bermartabat serta menyeluruh dari semua jenis kecerdasan manusia, tanpa mengabaikan murid slow learner dan autisme.

Sampai saat ini, dan entah sampai kapan, mayoritas sekolah hanya mau menerima murid yang dianggap pintar dan menolak murid yang bermasalah dari sisi kognitif. Betapa banyak murid yang gagal masuk sekolah pilihannya hanya karena tidak lulus ujian tes masuk. Kecerdasan majemuk seseorang tidak bisa distandarisasi dengan nilai hasil ujian. Guru dan fungsi sekolah bertanggung jawab terhadap proses mencerdaskan anak bangsa. Hal ini tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar negara bahwa guru dan sekolah tidak boleh menolak murid yang memiliki learning disability (hambatan belajar). Fungsi sekolah sejatinya adalah seperti pemikiran Howard Garner: “Bukan secerdas apa murid Anda, melainkan bagaimana murid Anda bisa cerdas”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun