Baru-baru ini masyarakat Indonesia dikejutkan dengan fakta bahwa presentase jumlah pernikahan menurun dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) angka pernikahan di Indonesia pada tahun 2023 tercatat 1,58 juta. Angka ini menunjukkan rendahnya angka pernikahan selama sepuluh tahun terakhir dibandingkan pada tahun 2013 sejumlah 2,21 juta catatan pernikahan.
Fenomena takut menikah semakin diperkuat dengan banyaknya postingan di berbagai platform media sosial salah satunya di Twitter (X) dimana banyak netizen menyebutkan beberapa alasan untuk tidak terburu-buru untuk menikah bahkan ada yang mengatakan untuk memilih tidak menikah. Seperti postingan pada akun @jogmfs yang membahas "Menikah masuk list urutan ke berapa?" Â
Dari postingan tersebut saya pun ikut merenung, bagaimana dengan diri saya sendiri? Apakah saya sudah menentukan prioritas untuk menikah. Mengingat saya baru berusia awal 20 tahun, tetapi beberapa orang teman saya sudah ada yang menikah hingga memiliki anak. Selain itu, terdapat beberapa kerabat yang entah hanya sekedar basa-basi atau memang benar-benar bertanya: "Wahhh sekarang sudah besar ya, sudah punya calon belum?" sampai peryataan, "Cepet nikah, ditunggu undangannya ya!". Mendengar kalimat tersebut membuat saya tertawa sendiri, karena jauh dilubuk hati yang terdalam saya merasa bahwa saya masih anak-anak yang masih senang bermain.
Kembali lagi pada pengamatan yang saya lakukan di media sosial khususnya di platform Twitter (X). Terdapat beragam pendapat mengenai alasan seseorang untuk segera menikah atau memilih tidak menikah. Disini saya berusaha mengambil kesimpulan yang menyebutkan sejumlah faktor yang menjadi alasan seseorang siap untuk menikah, yaitu :
- Faktor Psikologis, dimana seseorang sudah bisa bertanggung jawab atas  dirinya sendiri dan bahagia dengan apa yang dimiliki. Sehingga ketika menikah kebahagiaan dapat diciptakan bersama dan tidak bergantung dengan pasanagan.
- Faktor Ekonomi, merupakan hal yang mendasar bagi seseorang yang akan menikah. Apakah ia sudah dapat mencukupi kebutuhan dasarnya sebagai manusia dan bagaimana dia berusaha memberikan kehidupan yang layak untuk berkeluarga.
- Faktor Sosial, yaitu ketika seseorang tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain atau bahkan media sosial untuk mengambil keputusan dalam hidupnya.
Oleh karena itu, menurunnya angka pernikahan selama sepuluh tahun terakhir menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia telah menyadari bahwa menikah bukan sesuatu yang mudah. Diperlukan berbagai macam persiapan untuk mewujudkan keluarga harmonis dan terhindar dari pernikahan tidak bahagia, yang berpotensi menyebabkan perceraian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H