Ketika mengunjungi Desa Komodo (13/9), JK sempat mengelilingi desa sejenak untuk melihat-lihat perkembangan desa tersebut. Dalam kunjungannya kali ini, ia melihat desa makin bersih dan masyarakat mulai terbuka.
Sebelumnya, masyarakat desa, menurut Sudiasyah seorang guru SD di sana, masih tergolong tertutup dan asing dengan dunia pariwisata maupun turis. Setelah upaya JK menjadikan Komodo menjadi bagian dari the New 7 wonders of Nature, Desa Komodo ini mulai berbenah.
Selain bersih, keramahan warga kini sangat ramah dengan turis mapun pendatang. Bahkan, ada salah satu warga yang sudah mulai membuka usaha homestay lengkap dengan toko souvenirnya.
Pada kesempatan ini, JK berkeliling kampong sekaligus menyapa para warga yang ramai berebut untuk bersalaman dengannya. Dalam kegiatan jalan-jalan ini, JK mampir ke sebuah sekolah di desa ini, SD Negeri Desa Komodo.
JK berbincang-bincang santai dengan anak-anak asli desa reptil raksasa itu. Ketika masuk ke sebuah kelas dengan beberapa siswa di dalamnya, JK disambut dengan nyanyian berjudul Lagu Komodo. Isinya adalah semangat anak-anak di sana yang ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan mencintai tanah mereka dan menjaga kebersihannya.
Selain berbincang-bincang, bukan JK kalau tak ada momen-momen canda tawa dan tepuk tangan. Kali ini, JK menanyai anak-anak desa ini dengan beberapa perkalian dan penjumlahan matematika.
“Dua tambah dua berapa?” Tanya JK.
“Empat!” Seru salah seorang anak. “Empat dikali empat?” sambung JK.
“Enam belas!” Jawab dia lagi. Kini JK mengalihkan pertanyaan ke penjumlahan, “Enam belas ditambah enam belas?”
“Tiga puluh dua Pak!” Jawab anak di sampingnya. “Tiga dua tambah tiga dua?” Tanya JK lagi.
Anak yang barusan menjawab diam. Rupanya ia tak tahu jawaban pertanyaan ini. Tapi kemudian, “Enam puluh empat, Pak!” Jawab seorang anak yang duduk agak jauh dari JK sambil mengacungkan tangan.