Sebuah pengalaman kerja saya rasa memang sangat penting. Ya, maklumlah setelah lulus saya langsung merried dan sama sekali belum pernah mencoba untuk bekerja. Sampai suatu saat saya merasa bosan dengan rutinitas rumah yang gitu-gitu aja, jadi saya memutuskan untuk melamar sebuah pekerjaan di salah satu CV (lumayan besar) di Bantul, Yogyakarta. Sebelumnya saya minta izin sama suami untuk bekerja, dan alhamdulillah suami saya mengizinkan saya untuk bekerja.
Oke, cerita ini dimulai saat saya mengirimkan surat lamaran kerja melalui e-mail pada HRD perusahaan tersebut. Dengan susah payah saya berusaha agar email itu terkirim meskipun saya harus 'tring-tringan' (dalam bahasa indonesia wara-wiri dalam jarak jauh) sampai ke warnet karena ke-pas-an banget isi modemku habis. Baiklah itu memang tak seberapa, anggap saja itu bukan apa-apa. Beberapa hari berlalu, akhirnya saya dapat panggilan interview. Kali ini saya benar-benar merasa bahwa ini adalah perjuangan. Saya harus menempuh jarak ±45km dalam keadaan sakit (Vertigo) hanya untuk sebuah pekerjaan. Bahkan suami saya harus bolos kerja karena saya. Layaknya orang yang melakukan interview kerja, saya disodori banyak pertanyaan dan lembar soal tes yang harus saya jawab dan saya kerjakan saat itu juga. Alhamdulillah, saya bisa menjawab semua pertanyaan dan mengerjakan soal tes dengan sangat baik (menurutku hahahaha). Tapi, dalam hati saya sangat marah ketika ibu HRD bilang :
"baik mbak Devi, untuk interview berikutnya saya tidak mau melihat anda TIDAK NIAT seperti ini"
Sumpah, rasanya saya ingin mencaci orang ini dengan makian-makin yang lebih menyakitkan. Tapi sudahlah, sekali lagi ini perjuangan untuk satu pengalaman kerja.
Singkat cerita saya diterima bekerja di perusahaan tersebut sebagai administrasi gudang. Saya di tempatkan di kantor cabang yang kebetulan dekat dengan rumah. Selama 3 bulan masa training saya digaji 880rb rupiah, jelas itu angka di bawah UMK, tapi lagi-lagi "sudahlaaaah"
Ya, ini adalah hari pertama saya masuk kerja. Pengalaman pertama saya mengenal dunia kantor dan bertemu orang-orang baru yang tak pernah saya kenal sebelumnya. Kesan pertama, hemm tidak terlalu menyenangkan begitu juga kesan kedua dan ketiga dan seterusnya. Dan hal tak saya suka di sini adalah karyawan lama yang mentrainingku. Sebagai karyawan baru aku merasa didiskriminasi. Bukan dengan kekerasan, tapi dengan sikapnya yang seolah-olah beranggapan bahwa saya ini tidak bisa melakukan apa-apa karena belum pernah memiliki pengalaman kerja sebelumnya. Bukankah wajar jika saya melakukan kesalahan-kesalahan kecil karena belum terbiasa? Harusnya atasan membimbing dan memberi pengarahan bagaimana harusnya saya, apa-apa saja yang harus saya lakukan bukan dengan bersikap seperti ini. Saya jadi merasa tidak dihargai mengingat banyak yang harus saya korbankan hanya untuk pekerjaan ini. Salahsatunya adalah suami saya. Sekarang saya hampir tak memasak untuknya, meskipun untuk tugas rumahtangga yang lain tetap aku yang mengerjakan. Saya rasa sisi humanisme mereka para atasan itu sudah luntur. Mereka sudah lupa caranya menghargai bawahan mereka. mau dikatakan apa lagi ???
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H