Mohon tunggu...
Catur Pamungkas
Catur Pamungkas Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pembelajar Ilmu Pengetahuan Sosial dan Geografi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Quantum Leap" Al-Kindi

28 November 2023   10:36 Diperbarui: 28 November 2023   10:51 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Antara Quantum Leap dan Ngliyep

                

Musa as, pernah memprotes dan tak terima saat kapalnya dilubangi oleh Khidir as. Secara kasap mata, ini merupakan eksistensi manusia jangka pendek yang hanya melihat dari sisi realisnya (nyata). Lalu kemudian, Musa tersadar setelah ada banyak kawanan perompak di Kawasan laut yang akan di seberanginya. Secara gamblang, inilah contoh bahwa pelajaran Hakikat maknawi. Humanisme dikesampingkan secara nalarnya dalam memaknai pelajaran tesebut. Dikarenakan dimensi pemikiran yang tak terpaut dengan portal masa depan. Hanya mengaktifkan neo-cortex pada panca indera standar pada umumnya.

Quantum leap yang diajarkan Nabi Khidir as kepada Musa as adalah gambaran bahwasanya mekanisme yang destruktif sekalipun bias jadi penyelamat yang menuju konstruktif. Dalam hal ini yang dimaksud adalah memandang sesuatu secara menyeluruh. Seperti fenomena alam yang sejatinya sedang melakukan aktifitas penyeimbangan tatantan semesta.

Dalam pandangan geografi, mekanisme terjadinya fenomena geosfer adalah lumrah. Sesuatu dikatakan bencana jika peristiwa tersebut mengakitbatkan kerugian materiil dan non materiil pada manusia yang ada di dalamnya. Sesuatu dikatakan bukan bencana jika tak berdampak secara langsung kepada manusia. Gunung Berapi yang meletus misalnya, kerap ada pemaknaan yang menganggapnya sebagai bencana. Tapi jika dilihat secara luas, maka proses vulkanisme yang terjadi adalah sebuah anugerah. Yakni berprosesnya pembentukan humus tanah yang subur, suplai unsur dan zat hara dari dalam bumi dimuntahkan bersamaan dengan keluarnya lava serta lahar ke permukaan bumi. Tampaknya, lahar dan lava akan melibas apapun yang dilewatinya. Nampak rusak dan lain sebagainya. Ini adalah prosesnya, sejatinya penyuburan tanah sedang terbentuk kembali.

Maknawi dalam perihal pandangan secara manusia yang kadang terlalu liberal tersebut tak jarang dan kerap dicap sebagai manusia yang ngeyelan dan lain-lain, akan tetapi esensinya sebenarnya sama. Hanya memakai jalan yang berbeda, menuju muara yang sama. Saya rasa pemikiran tak harus satu pikiran, pendapat tak harus sependapat. Di Negara demokratis ini, HAM mengaturnya dalam Pasal 28A-J; “kebebasan berkumpul, berserikat, dan mengemukakan pendapat”, dilindungi secara hukum yang jelas, dengan mengindahkan landasan dasar negara ; Pancasila.

Quantum Leap, tentu sukar dimengerti jika diterapkan ke dalam sebuah ekosistem tertentu yang tidak semuanya mumpuni. Dalam hal ini kaitannya dengan SDMnya. Kalau orang jawa ada yang menamakannya ilmu weruh sakdurunge winarah. Hal ini dikaitkan dengan bakat atau memang ilham yang diterima manusia secara alam bawah sadar atau gift sebagai karunia secara utuh. Dalam proses pemahaman tentang pendidikan yang memanusiakan manusia, tentu ada kaitannya dengan behaviour atau kebiasaan yang lama terbentuk dan kelamaan menjadi karakter individu. Fase-fase atau tahapan seseorang memahami sesuatu seperti tangga yang terus naik dan berjalan seiring berjalannya waktu. Ada proses di dalamnya. By pass seringkali menjadi sebuah opsi yang cukup menggoda, yang menjanjikan tak perlu melewati tahapan tertentu, dan langsung berujung kepada kesempurnaan atau tercapainya sebuah tujuan. Pelewatan tahapan proses, tentu akan mengalami guncangan yang luar biasa jika diterapkan dalam keadaan normal. Sedikit shock akan terasa, jika lompatan-lompatan tersebut sudah terbentuk menjadi portal menuju gerbang tujuan ke mana arah dan tujuan akan bermuara. Perbendaan orientasi dan cara, yang akan membedakan prosesnya. Entah itu melalui tahapan tertentu atau secara langsung. Tergantung dari sudut pandang dan kemampuan mengenali permasalahan, pendekatan, dan problem solving yang diterapkan.

Setiap ghazwul fikr, memerlukan oerenungan mendalam, mengkaji kausalitas dan mencari solusi terbaik yang hendak diterapkan secara idealistik. Seperti hukm yang sifatnya rigid sekalipun, ada yang berlaku lebih luas di atasnya. Yakni, kemanusiaan.

Pemaksaaan-pemaksaan pemikiran bagi orang-orang tertentu, memiliki daya pantik yang berbeda pula. Ada yang berupa penyala titik ledak seorang manusia, sehingga mengeluarkan sifat aslinya, atau malah membentuknya menjadi energi baru dan membahana lebih luas daripada biasanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun