Sehatlah selalu, bahagia dan keselamatan bersama mu
Dari ufuk timur mentari terbit, kau terbangun dan bergegas mempersiapkan diri. Tak lupa kau sujud syukur. Setelahnya kau berpamitan pergi hingga mentari terbenam.Â
Si penunggu tak tahu apa yang terjadi dan apa yang pejuang lakukan setelahnya. Si penunggu hanya berdiam hingga kapan sang pejuang itu pulang. Setelah tiba, sang penunggu sontak riang-gembira. Mengambil tas, lalu mengobrak-abrik isi. Terdapat beberapa rupiah dalam sempitnya saku dompet. Dipaksa keluar dan berlari menuju gudangnya cemilan. Memesan ini dan itu seolah tak tahu malu. Itulah cerita sang penunggu.Â
Berbeda dengan sang pejuang. Berpamitan hanya untuk pergi mencari rupiah. Tinggalkan ego, tinggalkan kebahagiaan semu untuk kebahagiaan abadi. Tak perduli apa yang terjadi, yang jelas si pejuang terus berlari.
Membuang waktu, menjadikan nyawa sebagai taruhan bukan lagi hal yang tabuh bagi mu, pun memahami. Memahami inilah kewajiban. Kewajiban yang membuat sang penunggu tak mati kelaparan dan berkekurangan. Lagi, kau tak perduli! Dibakarnya mentari, di libas percikan api, bahkan dilukai perkakas sendiripun kau sungguh tak perduli. Tak ada kata berhenti sampai di situ, tak ada kata menyerah disitu, tak ada satu kata pengeluhan sedikitpun yang keluar dari bibir mulut mu. Yang penting kau di tampar rupiah.Â
Oh pejuang, sungguh malang nasib mu. Ingin ku rubah takdir hidup mu. Tapi bukan kuasa ku. Seperti sudah di gariskan, bahwa kau memang demikian.Â
Teruntuk mu sang pejuang, ku harap kau sehat selalu, semoga kebahagiaan dan keselamatan selalu bersama mu.
#Teruntuk papa
#Dari anak mu
Tentang  Penulis :Â
Chantika E. Radjah