Barulah pada masa Menteri Perburuhan Ahem Erningpraja,  terbit  Peraturan Nomor 1 Tahun 1961 yang menyatakan bahwa buruh swasta memiliki hak yang sama.Â
Sampai tahun 2016 melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan menyatakan pengusaha yang tidak membayar THR dapat dikenai sanksi administratif.
Sebenarnya jika dihitung-hitung dalam ukuran jumlah bulan dan hari dalam setahun THR merupakan hak mutlak yang wajib diberikan lembaga pekerjaan kepada para pekerja, bukan lagi bentuk tunjangan tambahan.Â
Dalam pembulatan hari dalam satu tahun berjumlah total 365 hari yang dibagi dalam 12 bulan. Setiap bulan memiliki jumlah hari yang tidak sama.Â
Februari khusus dengan 28 hari, 29 hari saat kabisat, bulan-bulan lainnya ada dalam hitungan 30 sampai 31 dalam setiap bulan. Kemudian, katakan saja jika semua dipukul rata dalam 28 hari dikalikan 12 bulan, hasilnya adalah 336 hari.Â
Kembali ke hitungan 365 dikurangi dengan 336 hari, maka hasilnya adalah 29 hari sehingga jika rata-rata hari adalah 28 hari dalam setiap bulan terdapat kelebihan 1 bulan dengan perhitungan yang sama 365 hari dalam satu tahun. Kelebihan itulah yang dibayarkan dalam bentuk tunjangan hari raya.
Penghitungan di atas memang hanya berlaku untuk pekerja yang sudah melewati masa bekerja satu tahun.Â
Selebihnya, penghitungan untuk THR pekerja yang belum satu tahun memiliki rumus penghitungan sendiri seperti jumlah bulan selama bekerja atau bahkan bergantung pada penghitungan lembaga masing-masing.Â
Apapun bentuknya THR adalah sebuah tradisi yang dinanti sejak zaman dulu hingga sekarang. Kehadirannya sebagai suatu keharusan untuk ditunaikan dan diterima seperti halnya kehadiran keluarga tercinta ditemani opor dan ketupat kala lebaran tiba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H