Mohon tunggu...
Channel Pemuda Madani
Channel Pemuda Madani Mohon Tunggu... Editor - Literasi, Narasi, Revolusi

Chanel Pemuda Madani adalah chanel literasi untuk semua

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Putusan Bebas Pengadilan Negeri Tana Toraja, Heriman: Ada Apa?

15 Maret 2022   17:39 Diperbarui: 15 Maret 2022   17:52 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makassar - Kejaksaan Negeri Tana Toraja harus menelan pil pahit pasca Pengadilan Negeri Makale mengeluarkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van rechtsvervolging).

Advokat kondang asal Jakarta Heriman S.H, M.H mengutarakan, terdapat kejanggalan dalam perkara tindak pidana penyerobotan atas nama terdakwa Massudi Sombolinggi Alias Puang Massudi yang diputus dengan Putusan Lepas dari segala tuntutan pada tanggal 09 Maret tahun 2022.

Terbitnya Putusan Lepas tersebut memunculkan diskursus perdebatan dikalangan praktisi maupun akademisi hukum khususnya di Kabupaten Tana Toraja.

Pasalnya, kedua perkara ini menarik kecurigaan publik pada sikap obyektifitas Majelis hakim yang menangani perkara tersebut. Dilansir dari laman situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Makale, terdapat kejanggalan dalam perkara atas nama Massudi Sombolinggi Alias Puang Massudi yang sempat beberapa kali dilakukan penundaan tersebut.

"Tercatat, selama 285 hari proses persidangan berlangsung hingga keluar putusan hakim. Padahal, berdasarkan Pasal 2 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan “Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan”. Lantas, mengapa perkara ini memerlukan waktu yang begitu lama hingga mengalami beberapa kali penundaan pembacaan putusan, ada apa atau apa ada ?" Ujar Heriman

Kata Dia, jika mengacu kepada Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 4 (Empat) Lingkungan Peradilan mengatur jika penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat Pertama paling lambat dalam waktu 5 (lima) bulan termasuk penyelesaian minutasi, namun sayangnya hal ini tidak berlaku pada kasus Perkara Massudi Sombolinggi Alias Puang Massudi dengan nomor perkara 75/Pid.B/2021/PN Mak.

"Oleh karenanya sangatlah layak agar perkara ini dibawa ke Komisi 3 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Badan Pengawas Hakim dan Komisi Yudisial (KY) untuk dilakukan pemeriksaan terhadap para hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut karena mengadili tidak sesuai dengan asas peradilan singkat, sederhana dan biaya murah karena  telah mengadili perkara ini selama 9 (Sembilan) bulan sangat memakan waktu yang lama sekali dan berlarut-larut membuat citra peradilan menjadi rusak." Jelas Heriman.

Adapun Ketua Majelis Hakim perkara ini adalah Roland Parsada Samosir, S.H., masing-masing anggota Hakim Raja Bonar Wansi Siregar, S.H., M.H dan Helka Rerung, S.H. sementara Terdakwa Massudi, dihadapkan ke persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum pada tanggal 28 Mei 2021 dengan dakwaan Subsidaritas yakni Primair : Pasal 167 Ayat (3) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP Subsidair: Pasal 167 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP. Adapun dakwaan yang dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah dakwaan Subsidair dengan tuntutan Pidana selama 5 (lima) bulan. Namun anehnya pada hari Kamis tanggal 10 Maret tahun 2022, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makale kemudian memberi Putusan Lepas dari segala tuntutan Hukum.

"Meski demikian kami menghargai menghargai putusan Hakim, meskipun banyak kejanggalan yang membingungkan di dalamnya. Kejanggalan itu dapat dibaca dalam amar putusan yang mengatakan perbuatan Terdakwa terbukti namun bukan merupakan ranah Pidana. Lalu pertanyaannya yang diadili selama ini apa? Kok tiba-tiba dilepaskan. Padahal sudah terang dan jelas berdasarkan putusan Pengadilan TUN dan dokumen otentik hak milik dari Sawah Letok tersebut telah jelas adalah milik Prof. Mathius Tambing sesuai dengan sertifikat hak milik yang dimiliki korban". Jelasnya Advokat dari jakarta ini.

Karena itu Heriman berharap pada Penyidik dan Penuntut Umum berkolaborasi mengawal kasus ini jangan sampai ada oknum-oknum bermain dengan cara membentuk petugas gabungan dengan berbagai macam peralatan canggih yang dimiliki instansi tersebut untuk memberantas mafia peradilan termasuk mafia tanah yang saat ini marak di tanah air juga di Tana Toraja supaya badan peradilan betul-betul steril.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun