Mohon tunggu...
Dr Chandra Yusuf SH, LLM, MBA, MMgt
Dr Chandra Yusuf SH, LLM, MBA, MMgt Mohon Tunggu... -

Saya berprofesi sebagai dosen Pascasarjana Program Magister Kenotariatan (MKn) Universitas YARSI dan pengacara di dalam bidang litigasi dan konsultan hukum korporasi, khususnya pasar modal pada kantor pengacara Chandra Yusuf and Associates Law Firm, Saya menyelesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan S3 (By Research) dengan konsentrasi Pasar Modal pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Master of Accounting, Monash University, dan menyelesaikan 3 S2, yakni Master of Law (LLM), University of Melbourne; Master of Business Administration (MBA) dalam bidang Finance, Oklahoma City University dan Master of Management (MMgt), University of Dallas) dalam bidang International Finance.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Self-Representation di Media Sosial

29 November 2016   05:42 Diperbarui: 29 November 2016   07:43 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Revisi UU No 8 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Ekektronik (UU ITE) diberlakukan pada tanggal 28 November. Dalam UU ITE, masyarakat dilarang membuat dan menyebarkan informasi yang bersifat tuduhan, fitnah, maupun SARA yang mengundang kebencian (Kompas.Com, 2016). Adapun revisi UU ITE ini memiliki jangkauan ruang lingkup lebih luas dengan menyertakan pertanggungjawaban penyebar atau pendistribusi berita. Penyebaran informasi merujuk kepada penghinaan dan pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Perluasan pertanggungjawaban pidana ini akan mengakibatkan individu dalam masyarakat mengalami perasaan takut untuk mendistribusikan berita yang berasal dari media sosial. Dengan sendirinya, opini masyarakat dari media sosial akan sulit terbentuk. Perasaan takut yang timbul sebagai ancaman kepada individu karena sanksi kurungan dan denda. Sanksi tersebut akan membuat efek jera. Hal ini akan menghambat individu menyebarkan informasi kepada individu lainnya. Padahal kelebihan media sosial adalah kemampuannya menyebarkan informasi secara cepat ke seluruh jagad maya.  Permasalahannya adalah informasi yang ditayangkan tidak dapat diverifikasi kebenarannya, sehingga efek negatifnya dapat mempengaruhi kehidupan individual dan masyarakat (Shabnoor Siddiqui and Tajinder Singh, 2016).

Pendapat Individu di Media Sosial

Penyebaran informasi di dalam media sosial bebeda dengan penyebaran informasi dalam media cetak. Pengertian media sosial, “is a term used to describe the type of media that is based on conversation and interaction between people online. Social media are media designed to be disseminated through social interaction, using highly accessible and scalable publishing techniques” (Wikipedia). Media sosial melakukan interaksi sosial yang dapat diakses dengan kecepatan tinggi dan berskala besar. Lain halnya dengan media cetak, pendistribusian media cetak dilakukan oleh perusahaan media cetak melalui penyerahan fisik (physical delivery) kepada orang perorang, bukan sekumpulan orang.

Lain dengan informasi di media sosial yang didistribusikan melalui interaksi sosial kepada sekumpulan orang sekaligus yang menyebar secara cepat. Walhasil informasi yang membawa tuduhan fitnah maupun SARA akan menyebar ke masyarakat dalam waktu singkat melalui media sosial. Lebih lagi, isi dari media sosial dibuat dalam kemasan yang lebih memuaskan (Sophisticated). Isi media sosial dibuat oleh individu dapat diedit oleh individu lainnya. Dengan UU ITE yang telah direvisi, individu akan mendapat perlindungan dari gonjang-ganjing informasi di media social, yang menyudutkan dirinya.

Self-Control dalam Masyarakat

Tentunya narasumber menjadi penting bagi individu dalam menyebarkan informasi. Pemerintah perlu membuat kriteria nara sumber yang fleksibel agar masyarakat tidak perlu mengecek kebenaran informasinya. Pengecekan nara sumber oleh individu sama saja melarang untuk menyebarkan berita. Ini kelemahan dari revisi UU ITE.

Setiap individu memiliki “self-representation” untuk mengekspresikan dirinya di media social ( Paul John Eakin, 2015). Individu seharusnya juga dapat menyebarkan informasi dalam rangka mengekspresikan dirinya dengan memilih informasi yang menjadi pilihannya. Informasi yang diangkat sebagai berita di masyarakat. Tentunya informasi tersebut ditayangkan berdasarkan nara sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya, kriteria nara sumber perlu diatur dalam peraturan sah sehingga setiap individu tetap memiliki kebebasan berpendapat melalui informasi yang ingin ditayangkannya. Pilihan informasi individu memiliki efek positif dalam pembentukan pendapat di masyarakat. Namun, pendapat individu yang berdiri sendiri tidak sekuat pendapat individu yang telah didukung oleh masyarakat. Pembentukan pendapat bersama dalam membangun masyarakat melalui media sosial dibutuhkan.

Pencemaran nama baik dan penghinanaan oleh individu terhadap individu lainnya dalam media sosial dapat dikenakan pasal KUHP. Namun masyarakat akan mengalami kerugian karena mereka tidak memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang akan menjadi opsi pilihannya. Individu tidak dapat merepresentasikan dirinya karena ketakutan ancaman kurungan dan denda. UU ITE telah menghambat penyebaran informasi yang bisa menjadi pembentukan pendapat dan penerapan “self-control” masyarakat. Pastinya, penyebaran informasi yang cepat untuk merepresentasikan diri di dunia maya dibutuhkan. Pelarangan penyebaran informasi yang merepresentasikan pilihan infromasinya akan membuat masyarakat terganggu hak untuk merepresentasikan dirinya di media sosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun