Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sosialisasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berdasarkan Teknologi Informasi (LPMUBTI) (Detik.com, 14 Februari 2017). Ini terobosan baru dari OJK yang mengikutsertakan individu dalam masyarakat melakukan Pinjam Meminjam. Dalam POJK LPMUBTI terdapat tiga pihak yang berperan aktif dalam Pinjam Meminjam, yakni: Pertama; Penyelenggara LPMUBTI, Kedua; Penerima Pinjaman, Ketiga; Pemberi Pinjaman.
LPMUBTI tetap mengandalkan dasar hukum yang sama dengan perjanjian. LPMUBTI menggunakan dasar hukum  perjanjian yang diatur  dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per).Perjanjian antara Penyelenggara dan Pemberi Pinjaman dan Perjanjian antara Penerima Pinjaman dan Pemberi Pinjaman. Perjanjian ini adalah perjanjian umum yang dilakukan antara individu dalam masyarakat.
Semua transaksi LPMUBTI dilakukan melalui teknologi informasi sehingga aksesnya akan menjadi lebih mudah. Individu dalam masyarakat di dalam negeri yang memiliki uang, akan tetapi mereka tidak berminat menyimpan uang di bank karena jangka waktu yang tidak sesuai dan bunga deposito bank yang kecil dapat meminjamkan uangnya melalui LPMUBTI. Kebutuhan pengalokasian dana bagi individu yang memiliki uang berlebih dengan waktu yang sesuai dan imbalan bunga yang menggiurkan telah ditampung oleh OJK. Dalam hal ini OJK membantu pemerintah untuk mengalokasikan uang masyarakat secara efisien. Uang individu atau badan hukum dalam masyarakat yang berlebih dipergunakan untuk kegiatan ekonomi individu atau badan hukum lain atau digunakan untuk kebutuhan individu atau badan hukum lain. Â Â
Apakah LPMUBTI Mengambil Ruang Lingkup Perbankan?
Pinjam Meminjam telah berakar dan hidup dalam masyarakat Indonesia. Individu yang membutuhkan uang dapat meminjam kepada individu lainnya. Pinjam Meminjam ini bukanlah produk baru. OJK hanya mengatur dan mengelolanya agar Pinjam Meminjam di dalam masyarakat lebih terlindungi oleh suatu lembaga yang sah. Kelebihannya adalah orang asing juga dapat meminjamkan uangnya kepada individu di dalam negeri. Ruang lingkupnya menjadi lebih luas dari Pinjam Meminjam biasa.
Kadang kala kemampuan Penerima Pinjaman untuk membayar Pemberi Pinjaman mengalami hambatan, karena satu dan lain hal, misalnya proyek Penerima Pinjaman yang tertunda. Dalam hal ini Pemberi Pinjamanlah yang menanggung risiko. Lain halnya dengan bank yang menanggung risiko pinjaman nasabahnya  yang bermasalah, bukan nasabah yang menyimpan uangnya. Bank akan mengeksekusi jaminan nasabah yang tidak dapat membayar hutangnya. Dalam LPMUBTI, OJK harus memperhatikan bunga yang dijanjikan dalam perjanjian. Mengingat, selama ini lintah darat telah melakukan pinjaman dengan bunga yang sangat tinggi. Ia telah  membuat Penerima Pinjaman menjadi sengsara hidupnya.Â
OJK hanya mempermudah Pinjam Meminjam yang telah hidup dalam masyarakat melalui informasi teknologi. Sayangnya OJK tidak menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam LPMUBTI dalam kontrolnya. Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman akan menyelesaikan perselisihannya secara individu. Hal ini tidak berbeda dengan penyelesaian perjanjian antar individu secara umum.
Risiko Yang Mungkin Timbul Â
Risiko dari LPMUBTI terletak pada Pemberi Pinjaman, karena ada kemungkinan Penerima Pinjaman tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Memang UU LPMUBTI memungkinkan Pemberi Pinjaman meminta jaminan. Namun pinjaman dalam jumlah yang kecil akan menjadi rumit prosesnya, bila Penerima Pinjaman harus menyediakan jaminan.Â
OJK hanya sebatas mengatur penyelenggara LPMUBTI, bukan Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman. OJK dapat memerikan sanksi administratif kepada Penyelenggara. Sementara Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman  akan terikat dalam wilayah hukum perdata. Tentunya, perselisihan keduanya diselesaikan melalui pengadilan dengan alas Wanprestasi.
Dengan demikian, LPMUBTI bukan produk baru dari OJK, akan tetapi produk perdata biasa yang dibawa ke dalam teknologi informasi.