Mohon tunggu...
Dr Chandra Yusuf SH, LLM, MBA, MMgt
Dr Chandra Yusuf SH, LLM, MBA, MMgt Mohon Tunggu... -

Saya berprofesi sebagai dosen Pascasarjana Program Magister Kenotariatan (MKn) Universitas YARSI dan pengacara di dalam bidang litigasi dan konsultan hukum korporasi, khususnya pasar modal pada kantor pengacara Chandra Yusuf and Associates Law Firm, Saya menyelesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan S3 (By Research) dengan konsentrasi Pasar Modal pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Master of Accounting, Monash University, dan menyelesaikan 3 S2, yakni Master of Law (LLM), University of Melbourne; Master of Business Administration (MBA) dalam bidang Finance, Oklahoma City University dan Master of Management (MMgt), University of Dallas) dalam bidang International Finance.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pidana Korporasi Tanpa Kurungan

25 Februari 2017   11:37 Diperbarui: 25 Februari 2017   11:48 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat ini, korporasi dapat dipidana berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 13/2016. Sanksi yang diberikan dalam bentuk denda. Wilayah hukum administrasi telah masuk kedalam wilayah hukum pidana. Selama ini, hukum pidana itu dapat dikenakan denda, akan tetapi sanksi utamanya tidak terlepas dari kurungan.

Dalam pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pelakunya adalah orang yang memiliki kesalahan. Seseorang tidak dapat dikenakan pidana tanpa kesalahan. Perseroan Terbatas,  yayasan dan koperasi adalah badan hukum. Badan hukum dapat bertindak sebagai subjek hukum. Namun badan hukum tidak memiliki keadaan psikologis. Hakim tidak pernah dapat membuktikan kesengajaan dalam tindakan korporasi.

Dapatkah Korporasi Dipidana?

Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, subjek hukum dapat dipidana, termasuk badan hukum. Selama ini, pelaksanaannya tidak dapat dilakukan karena UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana tidak mengatur badan hukum dapat dipidana. Oleh karenanya, badan hukum belum dapat dipidana. Hakim membutuhkan hukum acara yang mendukung dalam lingkuangan peradilan.

Apakah PERMA termasuk dalam produk perUUan? Dilihat pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerUUan, PERMA tidak termasuk dalam perUUan. Menurut HLA Hart, PERMA termasuk "secondary rule" yang bagian dari "adjudication rule". Hukum pelaksana dari "primary rule" atau hukum pokok. Namun PERMA sah, bila merujuk kepada UU Korupsi yang menyebutkan korporasi dapat dipidana dalam pasalnya. PERMA menjadikan korporasi dapat dikenakan pidana korupsi di lingkungan peradilan.

Penyimpangan Ruang Lingkup

Selama ini ada pemisahan antara hukum pidana, dan perdata. Ilmu hukum membedakannya berdasarkan sanksi. Hukum perdata tidak pernah mengenakan sanksi kurungan. Hakim memutus perkara berdasarkan wanprestasi dalam perjanjian atau perbuatan melawan hukum. Sanksi yang dikenakan melakukan prestasi yang belum dikerjakan dalam perjanjian ataupun ganti rugi dalam bentuk uang. Sementara hukum pidana mengenakan sanksi kurungan dan denda. Kata "dan" tidak dapat dipisahkan.

Namun, ada yang masih mengganjal. Wilayah hukum pidana tidak lagi menjadi "pure" hukum pidana. Ini lebih tepatnya masuk sudut pandang analis ekonomi terhadap hukum pidana yang diterapkan. Semakin menguatkan, hukum pidana bukanlah moral yang harus diperbaiki dalam masyarakat dengan sanksi kurungan. Hukum adalah hukum yang dipaksakan oleh negara. Pemisahan wilayah hukum tidak lagi menjadi dasar yang dapat mencakup peristiwa hukumnya.

Jadi, hakim di pengadilan dapat saja menerapkan korpirasi dipidana, akan tetapi akan melanggar ketentuan yang telah berlaku selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun