Melihat perkembangan kantor hukum (Law Firm) di tanah air tidak akan berbeda jauh dengan perkembangan kantor hukum di Amerika. Kantor hukum telah mengalami penurunan kepercayaan dari klien karena kantor hukum tidak dapat mengatasi ketidakpuasan klien dalam memberikan jasa hukum. Kantor hukum juga menghadapi permasalahan struktural dalam kemitraannya. Mark Cohen mengatakan, model kemitraan kantor hukum didesain untuk menjalankan praktik hukum, bukan untuk menyediakan jasa hukum. Kantor hukum, kecuali yang lebih mengutamakan bantuan hukum kepada klien, telah mengalami kegagalan dalam mengarahkan transisi dari praktik hukum kepada pemberian jasa hukum (The global Legal Post, 12 Juni 2017).
Kantor hukum dianggap sebagai ajang untuk mempraktikkan hukum. Selama kantor hukum melakukan pekerjaan berdasarkan kesepakatan, meskipun kesepakatan itu tidak membawanya kepada penyelesaiaan permasalahan, pekerjaan kantor hukum telah dianggap selesai. Hasilnya tidaklah menjadi keperdulian kantor hukum. Kantor hukum hanya menerapkan hukum berlaku yang sah. Alangkah malangnya klien yang telah mengeluarkan biaya sedemikian banyaknya harus menanggung risiko kegagalan. Oleh karenanya kantor hukum tidak memberikan jasa hukum secara menyeluruh dan tuntas.
Struktur Kantor Hukum
Struktur kemitraan dalam kantor hukum tidak tetap, karena karakter dari mitra yang dapat melakukan pestanya sendiri. Kantor hukum memiliki mitra yang lepas dan tidak mempunyai keterikatan dan kesetiaan. Perpecahan mitra sering membawa penurunan kredibilitas kantor hukum secara signifikan. Nama kantor hukum mendapatkan nama prestis karena nama mitra yang melekat pada kantor hukum. Kadangkala mitra lain mengundurkan diri dan membuat kantor hukum sendiri. Sementara klien yang didampingi mitra tersebut terikat dalam perjanjian jasa hukum dengan kantor hukum yang lama. Pergantian orang yang menangani permasalahan klien belum mengetahui kasusnya. Hal ini akan membawa kantor hukum mengalami kegagalan dalam memberikan jasa hukum.
Biasanya mitra yang keluar dari kantor hukum dan mendirikan kantor yang baru membawa kliennya dari kantor hukum lama. Peristiwa ini akan menggemboskan portfolio kasus yang ditangani oleh kantor hukum lama. Kenyamanan klien terhadap mitra menjadi faktor yang mempengaruhi perpindahannya. Klien terbiasa dengan cara mitra menangani permaslahan hukumnya. Kondisi yang demikian sama juga dengan keinginan klien memiliki kantor hukum sendiri. Karakter jasa hukum yang demikian terdapat dan dimiliki oleh in house lawyer.
In House Lawyer
Berbeda dengan kantor hukum yang berada di dalam perusahaan. Biasanya kantor hukum terebut bekerja sebagai partner dalam departemen perusahaan secara mandiri, dan pengacaranya bukan pegawai dari perusahaan hingga lebih objektif dalam menangani permasalahan hukum perusahaan. Keprofesionalannya terjaga dengan baik. Cohen menyebutkan, “The DNA of leading in-house departments--that are both defenders of and partners of the enterprise-- and elite legal service providers is corporate, client-centric, and better aligned with the client/customer than law firms” (The global Legal Post, 13 Juni 2017).
Seluruh jasa hukum yang dibutuhkan telah tersedia dan telah dimiliki oleh perusahaan. Dari segi biayapun in house lawyerjauh lebih murah. Kelamahannya memang, in house lawyer ini tidak memiliki pengalaman dalam mengatasi kasus hukum yang beragam di pengadilan. Namun dalam penyelesaian kasus hukum yang bersifat korporasi akan membutuhkan kedalaman materi perusahaan, in house lawyer lebih menguasai permasalahan hukumnya. Jadi, perkembangan kantor hukum akan menjadi dinosaurus dan mengalami kemorosotan karena klien tidak mendapatkan penyelesaian yang tuntas dari jasa yang diberikannya untuk mengatasi permasalahan hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H