Mohon tunggu...
Dr Chandra Yusuf SH, LLM, MBA, MMgt
Dr Chandra Yusuf SH, LLM, MBA, MMgt Mohon Tunggu... -

Saya berprofesi sebagai dosen Pascasarjana Program Magister Kenotariatan (MKn) Universitas YARSI dan pengacara di dalam bidang litigasi dan konsultan hukum korporasi, khususnya pasar modal pada kantor pengacara Chandra Yusuf and Associates Law Firm, Saya menyelesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan S3 (By Research) dengan konsentrasi Pasar Modal pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Master of Accounting, Monash University, dan menyelesaikan 3 S2, yakni Master of Law (LLM), University of Melbourne; Master of Business Administration (MBA) dalam bidang Finance, Oklahoma City University dan Master of Management (MMgt), University of Dallas) dalam bidang International Finance.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Krisis Subprime Mortgage, Perbankan Indonesia Akan Terkena Imbasnya?

22 Oktober 2016   07:09 Diperbarui: 22 Oktober 2016   10:49 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memanggil manajemen Deutch Bank (DB) yang menghadapi gugatan US Department of Justice (DoJ) dengan denda sebesar US 14 miliar (Beritasatu.com, 21 Oktober 2016). Dalam hal ini, OJK tidak memiliki kepentingan langsung terhadap perbuatan DB yang dilakukannya di Amerika, akan tetapi DB termasuk SIB (systemically important bank) (Beritasatu.com, 21 Oktober 2016). DB yang bermasalah di luar negeri akan memengaruhi cabangnya di Indonesia. Pembayaran denda yang sangat besar akan memengaruhi likuiditas bank secara keseluruhan. Dalam hal ini, OJK perlu mengantisipasi keadaan terkait yang dapat memengaruhi perbankan di Indonesia.

Di Jerman, bank dapat menjadi bank investasi (investment bank) karena sistem banknya mengikuti bank universal (universal bank). DB tidak hanya menjual produk bank (kredit, obligasi, dan surat hutang lainnya) secara mandiri, akan tetapi dapat juga menjual kredit rumah (mortgage) miliknya kepada bank investasi agar bank tetap memiliki dana segar. Nantinya bank investasi akan membungkus seluruh kredit rumah yang dimilikinya ke dalam paket obligasi. Bank investasi akan menjualnya kepada investor di pasar modal. Obligasi ini dikenal sebagai Residential Mortgage-Backed Securities (RMBS). RMBS sebagai dasar pembuatan Collateralized Debt Obligation (CDO). Paket obligasi tersebut tidak memiliki permasalahan. Namun, kecerobohan bank memiliki kredit rumah membuat bank investasi dirugikan. 

Krisis Subprime Mortgage

Berawal dari bank yang akan menjual kredit rumah kepada investor. Bank di Amerika tidak dapat menjual produk investasi kepada investor berdasarkan peraturan, akan tetapi dapat menjual kredit rumahnya kepada bank investasi melalui pasar modal. Dalam rangka mencari keuntungan yang lebih besar, bank investasi membuat paket yang berisikan seluruh kredit rumah. Bank investasi memasukkan seluruh kredit rumah yang dimilikinya ke dalam CDO.

CDO ini dianggap sebagai kotak ajaib (magic box). CDO berisikan kredit rumah yang dapat dikategorikan dalam urutan risiko, yakni safe, okay, dan risky. Artinya, kredit rumah yang dibelinya dapat memiliki risiko gagal bayar harus melalui prosesnya secara bertahap. Awalnya mungkin nasabah dapat membayar cicilannya dengan baik, selanjutnya ia mulai tersendat melakukan pembayaran, dan terakhir ia tidak dapat membayarnya sama sekali.

CDO yang memiliki jenjang kualitas ini dijual kepada investor yang berminat. Nyatanya paket ini dapat memberikan keuntungan lebih besar dari bunga bank. Permintaan CDO meningkat drastis. Namun, bank tidak memiliki kualitas nasabah yang akan meminjam kredit rumah. Seharusnya bank melakukan analisa terhadap nasabah dengan ketat terlebih dahulu. Karena permintaan yang berlebih, terpaksalah bank menerima kredit rumah dari nasabah yang belum dianalisis keadaannya. Bank tidak mendapatkan uang muka, bank tidak menganalisis kualitas nasabah, bank mengenyampingkan dokumen sah dan lainnya) sehingga CDO yang dibuat oleh bank investasi mengandung risiko gagal bayar.    

Saat nasabah mengalami gagal bayar, bank terpaksa mengeksekusi rumah yang menjadi jaminannya. Persediaan (supply) rumah yang dieksekusi bertambah banyak sehingga bank mengalami kelebihan persediaan (over supply). Harga rumah menurun drastis. Nasabah akan mengalami keadaan nilai rumah lebih rendah dari nilai kredit rumah yang harus dibayar. Nasabah mampu yang masih memiliki kredit di bank sekalipun akan menimbang-nimbang untuk tidak melakukan pembayaran cicilannya lebih lanjut. Keadaan yang demikian membuat bank seluruh sistem keuangan menjadi kacau dan menimbulkan krisis subprime mortgage yang terkenal itu.

Kesalahan DB karena keinginan mendapat keuntungan besar dengan menjual kredit berisiko gagal bayar kepada bank investasi. Hal ini membuat RMBS berisiko tinggi. Investor merasa dirugikan dengan RMBS yang tidak melakukan prosedur umum pemberian kredit rumah kepada nasabah agar kredit rumah berkualitas yang dijual kepada bank investasi. Kredit rumah berkualitas tidak akan mengalami gagal bayar dari awal. Bank memberikan kredit rumah kepada nasabah yang memiliki pendapatan kecil akan memengaruhi kemampuannya mencicil. Nantinya nasabah tidak dapat membayar cicilannya.

Bank investasi yang membeli kredit rumah akan menjual kepada bank lain yang ternyata mereka juga memiliki subprime mortgage. Lalu bank investasi akan menjual kembali kepada bank asal pembelian kredit rumah. Namun, bank tersebut menolak karena bank tersebut tidak ingin mengalami kerugian. Walhasil sistem keuangan mengalami krisis.

Lalu apakah krisis subprime mortgage di Amerika dapat memengaruhi keadaan perbankan di Indonesia? Pastinya tidak. Bank di Indonesia menyalurkan kredit rumah dengan syarat yang ketat. Saat ini, persediaan tanah dan rumah di Indonesia masih langka. Kekurangan persediaan tanah dan rumah bagi masyarakat perkotaan membuat harganya tetap tinggi pada saat krisis itu terjadi. Apabila pemerintah menganggap perbankan di Indonesia akan terkena imbasnya, pikiran yang demikian tidak masuk akal. Bank di Indonesia adalah bank komersial yang memiliki keterbatasan kewenangan dalam menjual produknya. Saat itu, bank di Indonesia tidak melakukan penjualan RMBS atau CDO.

Dengan demikian, OJK tidak perlu merasa khawatir terhadap keadaan DB, kecuali modal DB cabang Indonesia menarik modalnya untuk menutupi denda yang dikenakan DoJ Amerika.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun