Mohon tunggu...
Leonardi Chandrawibawa
Leonardi Chandrawibawa Mohon Tunggu... -

pembaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Bom di Balik Buku

23 Maret 2011   07:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:31 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah beberapa minggu ini paket buku yang ternyata bom terkirim ke beberapa tokoh, maka mulai bermunculan pula sesi bincang dengan eks anggota JI, pengamat politik, kriminolog, polisi, apalah, siapalah, pokoknya semuanya diwawancara dan diajak ngomong.

Nggak ada yang lucu sih dari rentetan kejadian ini, cuma aja setelah saya pikirkan bahwa kalo ada kejadian yang mendapat liputan lengkap dan menempatkan diri selalu pada headline media berita yang terkait ma orang-orang penting di Indonesia, kemudian meledak bom. Tetep nggak ada yang lucu dari serangan teror, tapi banyak yang bilang, bahwa semuanya itu adalah upaya orang-orang penting yang sedang dalam liputan tadi untuk mengalihkan pemberitaan dari mereka ke pemberitaan lain (bikin garuk2 kepala aja).

Semua orang ngomong, yang pro pemerintah secara politik, oposisi, mantan orang intelijen, pengamat, artis, mantan teroris, mantan satpam mungkin (kalo diwawancara), pokoknya semua yang diwawancara itu ngomong. Semuanya punya opini masing-masing, dan media membiarkan opini-opini itu melayang, dan saya pun sebagai pembaca, penonton, dan pendengar jadinya ya nangkep semua opini itu, membiarkan pula imajinasi saya semakin liar membayangkan.

Tapi serius deh, saya juga mikir sih, apa nggak ada yang kepikiran yah, kalo suatu berita di ekspos terus menerus dan berulang-ulang, disajikan baik secara melankoli maupun dramatis, apa ya alat intelijen kita juga nggak jadi banyak kerjaan yah, kesedot ke yang macem-macem (ini juga hasil imajinasi saya yang menyedot opini-opini kalo alat intelijen kita sekarang sudah jadi alat kekuasaan). Kalo emang bener opini saya, para teroris itu ya memang menunggu aja saat semua orang sedang lengah, fokusnya terbagi. Tapi yah, nggak ngerti juga sih.

Dari sekian banyak orang yang di wawancara itu, sudah pasti Nasir Abas akan masuk sebagai daftar tamu wajib. Yang lucunya (kalo ini boleh lucu), tv yang ngundang dia pasti menyematkan gelar yang gak seragam buat dia, ada yang menggelari dia mantan anggota JI, ada yang pengamat terorisme, dan apalah lainnya. Pertanyaannya pun boleh jadi cukup lucu, beragam, dari mulai pola serangan, motiv dibalik serangan ini, sampai yang terakhir-terakhir membuat saya ketawa adalah pertanyaan siapa yang melakukan ini, kelompoknya siapa, sel apa, loh bukannya dia itu dah mantan JI dah lama yah, kenapa masih ditanyain siapa yang melakukan yah, aneh aja. Maksud saya, kalo emang Nasir Abas tau, polisi ya pasti tinggal nangkep, ngantongin nama dan sebagainya. Dia kan udah melakukan yang sama kan ketika kelompok Noordin M. Top, DR. Azahari masih hidup? Tapi kalo sekarang? Kalo emang iya dia masih tau, apa nggak pada curiga? Hehehehehehe..

Balik ke bom bukunya, kemudian terjadilah hal yang kayaknya lucu akibat rentetan kejadian bom buku ini kepada saya, kebetulan saya punya toko buku online yang baru saya dan teman-teman rintis, nah karena saya pengusaha, mungkin banyak teman yang mikir kalo saya akan selalu mengambil keuntungan di semua kondisi, termasuk kondisi ketakutan masyarakat terhadap paket ini. Ada yang tanya "Mas, jual buku yang bisa meledak nggak?", dan nggak cuma satu, ada juga yang menganjurkan "Mending jualan buku yang bisa meledak aja, biar perusahaan kamu punya keunggulan dibanding kompetitor", becanda sih, tapi kok perasaan saya, ini orang-orang pada nggak peka banget sih, kan ini menyeramkan, lagian emangnya gampang apa bikin bom buku (kalo ini saya nggak tau)? Setelah agak terganggu dengan komentar-komentar dan pertanyaan ini, maka saya memberanikan diri membuat statement di wall facebook saya yang kurang lebih bunyinya seperti ini "Mohon maaf, untuk saat ini pesanan Bapak/Ibu belum bisa kami proses, perusahaan kami masih dalam rintisan, sehingga masih kerap mengalami kesulitan dalam sumber daya maupun stok untuk memenuhi pesanan pelanggan yang beragam. Untuk saat ini, fokus penjualan kami adalah buku yang bisa dibaca, untuk buku yang memiliki daya ledak rendah maupun tinggi, kami sarankan untuk mencari di toko buku lainnya. Demikian kami sampaikan, mohon maaf atas ketidaknyamanannya." Semoga selorohan saya tadi bisa menjadi konklusi dari humor teror yang menurut saya nggak baik untuk dijadikan lucu.

Hihihihihihihi..

Tambahan:

Ketakutan, kesengsaraan, apalagi kepedihan tidak sepantasnya untuk ditertawakan. Tapi kalo ketakutan, kesengsaraan, dan kepedihan itu terjadi pada diri kita, mungkin kita bisa menertawakan diri sendiri untuk menghibur diri, mungkin bisa dicoba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun