Mohon tunggu...
Chandra MP Widnyana
Chandra MP Widnyana Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis Warga

Kadang terlelap dalam pikiran, lantas keluar menjadi tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Politik Abu-Abu Indonesia

9 Februari 2024   10:50 Diperbarui: 12 Februari 2024   13:12 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Politik (dok. Media Indonesia)

Jika kita mendengar tentang hal-hal yang berbau politik, mungkin sebagian orang akan menganggap bahwa politik itu merupakan sebuah hal yang kotor. Nyatanya politik merupakan sebuah ilmu yang memperlajari tentang bagaimana manusia bisa menggapai kepentingannya. Secara sederhana ilmu politik memberikan tiga konsep yang setidaknya harus dipahami. Tiga konsep ini dilihat dari perilaku manusia dalam bersosial, antara lain: negosiasi, power, dan kepentingan. Tiga konsep ini merupakan sebuah satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan dari pola hidup manusia. Biasanya manusia akan menggunakan powernya untuk melakukan negosiasi dalam menggapai kepentingannya. Itulah gambaran dasar bagaimana manusia dilihat dari perilakunya dalam berpolitik.

Poin utama ilmu politik memang membahas tentang negara, sistem pemerintahan, ataupun kebijakan. Namun, pembahasan politik tidak hanya sebatas membahas negara saja. Politik merupakan ilmu yang mempelajari hampir seluruh lini kehidupan masyarakat. Politik juga membahas terkait tentang kelembagaan, gender, ekonomi, sosial, hukum, perilaku pemilih, budaya, dan masih banyak lagi. Ilmu politik merupakan sebuah pengetahuan yang sangat luas. Dengan banyaknya topik pembahasan dari ilmu politik tetap tujuan akhirnya akan melihat tentang sebuah kepentingan dan/atau kekuasaan melalui teori-teori politik yang ada.

Melihat banyaknya topik-topik yang bisa dibahas oleh ilmu politik, namun terdapat juga pembatas yang sangat jelas diantara ilmu politik dengan sosiologi. Sosiologi secara sederhana lebih melihat manusia dari perilakunya bersosial dan/atau berkelompok. Berbeda dengan ilmu politik, walau topik pembahasannya sangat luas sama dengan sosiologi namun ilmu politik lebih memfokuskan titik akhirnya tentang kenegaraan dan/atau sistempemerintahan. Thomas Hobbes adalah salah satu tokoh yang memberikan sumbangan gagasan terkait ide tentang sistem pemerintahan. Salah satu pemikiran Hobbes yang membuat ia terkenal adalah Leviathan. Pemikiran penting dari Hobbes ialah mengenai tentang social contract (perjanjian masyarakat, perjanjian bersama, atau kontrak sosial). Perjanjian ini mengakibatkan masyarakat menyerahkan segenap kekuatan dan kekuasaannya masing-masing kepada perwakilannya atau pada suatu dewan / majelis.

Membahas tentang kontrak sosial, hal inilah yang akan memunculkan bagaimana konsep power, negosiasi, dan kepentingan bisa berjalan. Jika melihat hal tersebut, kontrak sosial memungkinkan untuk membentuk sebuah dua sisi, antara lain: pertama, perjanjian antara sesama sekutu, sehingga tercipta sebuah persekutuan, dan kedua, perjanjian menyerahkan hak dan kekuasaan masing-masing kepada seseorang atau majelis secara mutlak. Dalam hal ini, Hobbes menambahkan bahwa penguasa dapat mempergunakan segala cara termasuk kekerasan untuk menjaga ketemtraman yang dikehendaki di awal. Hal inilah yang masyarakat awam lihat tentang politik dengan demikian maka politik menjadi sebuah hal yang kotor. Padahal nyatanya, sebagai ilmu tidak ada sebuah pengetahuan yang kotor. Lantas, hal tersebut menjadi kotor akibat dari perilaku aktornya. Politik sebagai ilmu merupakan sebuah pengetahuan yang netral. Jika dianalogikan sama seperti pisau, pisau akan menjadi berbahaya jika pengguna menggunakannya untuk membunuh. Akan menjadi beda ketika pisau hanya digunakan untuk memotong sayur. Begitu pula politik, politik bisa jadi sangat merugikan jika dipergunakan untuk memenuhi kepentingan pribadi tanpa memikirkan dampak yang akan ditimbulkan. Namun, akan menjadi bijaksana ketika politik digunakan untuk kepentingan bersama dan melindungi harkat dan martabat manusia.

Saatnya Partai Di Indonesia Memilih Satu Ideologi, Cukup sudah Menjadi Abu-Abu

Jika melihat perpolitikan di Indonesia, para founding father NKRI sangat gencar mempertotonkan politik secara ilmu dengan gagasan dan kebijaksanaan. Bagaimana tidak? Misalnya, Ir. Soekarno sangat kental dengan gagasan persatuan dan nasionalisme, sedangkan Moh. Hatta sangat kental dengan gagasan ekonomi kerakyatannya. Begitu juga, Sutan Sjahrir yang terkenal dengan gagasan sosialismenya. Pada jaman itu, dengan gagasan-gagasan yang dimiliki oleh tokoh-tokoh pendiri bangsa ini, memunculkan sebuah partai yang sangat kental dengan ideologinya. Namun, ketika perkembangan jaman wajah politik di Indonesia berubah total. Dimulai dengan adanya Orde Baru, segala sistem pemerintahan di Indonesia dibuat seragam. Lantas, hal tersebut yang menyebabkan kehancuran secara sistem politik, ekonomi, dan sosial di masyarakat pada saat itu. Masyarakat sangat terkena dampaknya akan hal tersebut dan tidak sedikit masyarakat menjadi korban akan kejahatan pemerintah pada saat itu.

Singkat cerita, Orde baru ini berhasil digulingkan dan berganti dengan sistem reformasi. Semenjak masuknya sistem reformasi, perpolitikan di Indonesia lebih terbuka. Akibatnya banyak memunculkan partai-partai baru. Namun, muncul sebuah permasalahan bahwa partai-partai ini tidak memberikan pendidikan politik secara jelas. Bisa dilihat dengan pengambilan ideologi yang ada di partai. Kebanyakan partai-partai yang ada di Indonesia pada masa reformasi, mempertotonkan sebuah ketamakan. Mereka secara tidak langsung membiarkan hal tersebut. Tidak adanya kejelasan dalam memberikan pendidikan politik. Padahal partai bertugas untuk memberikan pendidikan tentang politik kepada masyarakat. Nyatanya, partai yang ada hanya sekedar ada secara formalitas. Hal inilah yang membuat perpolitikan di Indonesia menjadi sangat abu-abu. Tidak adanya adu gagasan akan ideologi yang berbeda, mereka hanya berdebat semaunya untuk memenuhi kepentingan partainya.

Mengapa mengambil satu ideologi sangat penting bagi partai? Dikarenakan hal ini bisa menimbulkan sebuah adu gagasan dari pandangan ideologi yang dianut oleh sebuah partai. Misal, di jaman orde lama Partai Nasionalisme Indonesia yang mengambil jalan nasionalis, mereka selalu keras dalam bersuara persatuan. Demikian juga partai yang diketuai oleh Sutan Sjahrir, yaitu Partai Sosialis Indonesia. Mereka bergerak dan bersuara lantang akan kesetaraan dan kesejahteraan masyarakat. Begitu juga PKI pada saat itu, yang sangat hebat dalam mengkaderisasi anggota dan juga mengambil ideologi kiri. Dengan adanya perbedaan-perbedaan ideologi ini, memungkinkan untuk masyarakat tau bahwa ideologi mana yang cocok dan sesuai untuk mereka. Disamping itu, masyarakat akan melek akan politik jika para partai selalu beradu gagasan tentang ideologi yang dianutnya. Ideologi ini juga bisa menjadi cara berpikir bagi angota-anggota partai. Misal partai yang menganut ideologi nasionalisme, ketika berdebat mereka pasti mengeluarkan ciri khasnya dalam berdebat. Dilihat dari cara pandangnya, cara berbicaranya dan juga konsep-konsep yang dikeluarkan pasti akan sesuai dengan ideologi yang dianutnya.

Namun, jika melihat di jaman reformasi ini partai-partai sangat abu-abu akan ideologinya. Mungkin beberapa partai yang terlihat jelas dalam meperlihatkan ideologi partainya seperti misalnya PDIP dan PKS, namun sisanya menurut penulis hanya sekedar formalitas saja. Hal inilah yang bisa menyebabkan politik di Indonesia kurang majudan kurang eksis dikalangan masyarakat. Kesan yang diberikan hanya sekedar formalitas, membuat masyarakat kurang tertarik dalam melirik partai-partai ini. Dengan hal tersebut membuat beberapapartai kurang terlihat sebagai organisasi massa intelektual, dikarenakan abu-abu. Lantas, dalam menyuarakan sesuatu beberapa partai hanya mengikuti arus dan sangat terlihat kurang. Balik lagi, seharusnya partai ini menjadi organisasi massa yang memberikan pendidikan politik dan memberikan kesan intelektual bagi masyarakat. Bukannya hanya mempertotonkan kepada masyarakat bahwa partai ini berbentuk seperti perusahaan yang berfokus untuk mendapat profit dan tidak pernah mengajarkan pendidikan politik bagi masyarakat di Indonesia. Maka dari itu, partai-partai di Indonesia haruslah mengambil sikap dan mengambil satu Ideologi sebagai cirikhas partainya. Agar bisa mencapai tujuan mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun