Mohon tunggu...
Chandra Kosasi
Chandra Kosasi Mohon Tunggu... -

Pemula....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Generasi Muda

27 September 2010   09:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:56 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya baru-baru ini ada sedikit diskusi dengan bagian penerimaan karyawan baru di perusahaan saya, dan kebetulan diskusi kali ini mengenai penerimaan siswa lulusan SMK, untuk ditempatkan sebagai tenaga mekanik yang saat ini sedang sangat dibutuhkan. Karena kebutuhan yang begitu besarnya kami melakukan perekrutan hingga ke seluruh indonesia.

Ada yang menarik dalam proses perekrutannya, yaitu sebuah kecenderungan dimana yang tidak lulus jauh lebih besar dibandingkan dengan yang lulus, persentasenya terkadang lebih dari 90 persen siswa yang tidak lulus. Tentu kita jadi bertanya apa yang terjadi pada generasi muda kita saat ini?

Setelah dilakukan pengurutan penyebabnya, ditemukan 2 penyebab utama. Pertama adalah memang tidak lulus test tertulis (IQ), dan yang kedua adalah kesehatan yang tidak mendukung. mari kita bahas satu persatu penyebabnya.

Pertama tidak lulus test tertulis. Untuk siswa yang tidak lulus test ini kecenderungan adalah siswa yang domisilinya diluar pulau jawa, kemudian kita lihat data statistik lagi, bahwa dengan umur saat ini 18 tahun, maka tahun kelahiran mereka adalah tahun 1992, saya tertegun dan terbayang pada 12 tahun yang lalu saat krisis 1998 terjadi, saya masih ingat membaca sebuah artikel yang menyatakan bahwa krisis tahun itu berpotensi menyebabkan Indonesia kehilangan beberapa generasi karena orang tua tidak mampu membelikan susu untuk anaknya (harga susu bayi saat itu naik hingga 10x ) dan juga tidak mampu membelikan makanan bergizi (sebut buah-buahan dan daging) untuk makanan sehari-hari karena harga beras juga ikut melonjak tidak karuan. saya yang masih berstatus mahasiswa saat itu ikut merasakan kenaikan harga pecel lele hampir setiap hari, dari harga Rp. 1000,- naik hingga Rp. 3.000,- di Yogyakarta.

Umur mereka saat 1998 adalah umur 4 tahun, umur pertumbuhan, dengan gizi yang masuk kurang maka pertumbuhannya juga tidak optimal. Ya analisa ini adalah sebuah spekulasi dari saya namun satu kekhawatiran yang sangat adalah jika benar adalah penyebabnya maka kita masih akan merasakan hal ini hingga ke 4 atau mungkin 6 tahun kedepan. karena pada tahun krisis tersebut ada 4 hingga 6 generasi yang berusia Balita yang rawan dengan pertumbuhan otaknya, ditambah dengan kekurangan perhatian dari orang tuanya karena ikut stress dengan krisis.

Penyebab kedua, kesehatan yang tidak memadai. Untuk kasus ini, mayoritas terjadi pada siswa yang berdomisili di Jawa. Ini dari analisa spekulasi saya lagi karena jumlah penduduk yang semakin besar dan kebiasaan konsumsi makanan yang tidak sehat. Kehidupan di Jawa memberikan akses yang luas pada makanan cepat saji dan berbagai makanan kemasan yang pasti menambahkan 'sedikit' bahan pengawet di dalamnya. Belum lagi dengan kasus makanan berformalin yang sempat heboh beberapa tahun yang lalu yang masih bisa ditemukan sekarang. Dengan jumlah penduduk yang sangat padat tentu proses pengadaan makanan akan menimbulkan banyak masalah terutama dalam hal volume yang besar yang menuntut produksi dalam skala masal membutuhkan rekayasa genetika (suntik gemuk pada sapi dan ayam) dan penggunaan zat-zat kimia tertentu untuk pengawetan, pewarnaan hingga rekayasa bentuk.

Selain masalah makanan, jumlah penduduk yang padat juga menyebabkan kualitas lingkungan yang tidak sehat bagi perkembangan, seperti sanitasi, tempat pembuangan sampah, pencemaran udara dari kendaraan bermotor (logam berat) hingga limbah pabrik.

Berapa lamakah kami akan terus mengalami ketidaklulusan hingga 90 persen? Satu yang jelas bahwa membangun sumber daya manusia butuh waktu, kita sekarang sedang memetik apa yang kita tanam belasan tahun yang lalu, jika kita lakukan perbaikan sekarang pun, baru kita rasakan belasan tahun kedepan. Ya kita harus menyadari hal ini, untuk anak2 kita.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun