Mohon tunggu...
Chandra Kirana El Fatih
Chandra Kirana El Fatih Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Dia hanya seorang gadis yang selalu bertanya tentang kehidupan, dan tak pernah puas dengan satu jawaban. jika bisa tolong jawab pertanyaannya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

KH. Ahmad Tajudin

15 November 2014   21:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:44 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semasa hidup para santri biasa memanggilnya dengan sebutan,"mama". seorang kyai , ulama besar dan Tokoh agama dari Kabupaten Pangandaran yang mendirikan Pondok Pesantren Babakan Jamanis "Riyadlu Shorfi Walmantik "sekitar tahun 1966-1967  beserta tokoh masyarakat sekitar . Mama yang menikah dengan Hj.Ijah Khodijah dan dikaruniai empat orang  anak dengan 9 cucu ini begitu mengasihi para santrinya. Berbagai cerita dan gambaran mengenai beliau begitu nyiur mewangi dalam sanubari, dan sikap-sikap teladannya selalu menjadi contoh yang patut ditiru.

Dimata para santrinya beliau dikenal begitu ramah dan sabar, jika ada kegiatan pondok seperti bersih-bersih atau opsih. orang yang pertama kali turun kelapangan adalah mama, bukan hanya itu jika sedang mengisi pengkajian beliau akan menjelaskan dengan begitu detail hingga para santrinya mudah faham dan mengerti.

Pendidikan

Menilik sejarah dari berdirinya Pondok Pesantren Babakan Jamanis, maka terlebih dahulu kita harus tahu sejarah sebelumnya iyu, atau latar belakang terbentuknya Pondok.

Kh.Ahmad Tajudin menimba ilmu dipondok pesantren Jamanis Tasik, disana beliau menjadi santri kesayangan sang guru dan diberi tanggung jawab untuk mengurus Rumah tangga dapur sang kyai. Dan mamapun melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan sepenuh hati. Semua urusan dikerjakan dengan baik, dari mulai pasokan beras sampai alat dapur. Bahkan urusan dapur akan sudah beres sebelum keluarga kyai bangun.

Keseharian mama dipondok selain rumah tangga dapur juga ladang sang kyai, otomatis mama jarang bisa ikut pengkajian. Bahkan sama sekali tidak. Ada cerita, ketika itu mama akan mengaji beserta santri yang lainnya. tapi kyai menyuruhnya untuk pergi keladang dan cukup meinggalkan kitabnya disini(surau). Dan beliaupun menuruti perintah sang guru. Ketika diladang, beliau dengan cekatan menyelipkan kitab hafalannya dan akan dihafal jika sedang istirahat dari ladang. sehingga beliau bekerja sambil belajar. Sikap Takzim beliau terhadap sang guru inilah yang kedepan menjadi makna hidup yang dalam.

Pada suatu ketika, mama dipanggil oleh sang guru untuk kemudian menyatakn maksudnya," Engkau harus mukim, dan disana kau sudah mempunyai santri yang menunggumu". Mendengar hal itu, mama cukup terkejut karena siapapun tahu bahwa selama dipondok mama hanya berladang dan menguru rumah tangga sang kyai. "Ngaos ge te tara' seperti itulah kira-kirany jawaban beliau," Sudahlah! Pulang saja" .

Mendengar perintah seperti itu, mama hanya bisa menurut dan memang ketika pulang (parigi) beliau sudah ditunggu oleh para santrinya yang masih bisa terhitung jari itu. Pada Masa Itu Mama belum menikah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun