memperlihatkan dalam vidio viral yang beredar siswa SD Negeri 078481 Uluna'ai Hiligo'o Hilimbarozu, Kecamatan Idanogawo, Kabupaten Nias, mengeluhkan ketidakhadiran guru selama satu bulan telah viral di media sosial. Dalam video tersebut, siswa menunjukkan ruang kelas dan kantor guru yang kosong, serta menyatakan bahwa para guru jarang hadir dan tidak memberikan pelajaran meskipun datang.Â
Menanggapi hal ini, Pemerintah Kabupaten Nias telah membentuk tim pemeriksa yang terdiri dari Dinas Pendidikan, Inspektorat, dan BKPSDM Kabupaten Nias untuk memeriksa lima guru yang bertugas di sekolah tersebut. Jika ditemukan kelalaian atau kesalahan, para guru akan dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.Â
Kondisi geografis yang terpencil dan sulit diakses, ditambah dengan minimnya fasilitas seperti rumah dinas dan listrik, menjadi tantangan bagi para guru untuk menjalankan tugas secara konsisten di daerah tersebut.
"Ini keadaan gurunya tidak ada, gurunya sama sekali tidak ada," kata siswa yang merekam itu.
Siswa itu kemudian menanyakan kondisi sekolah itu kepada temannya. Ternyata ditemukan fakta baru jika guru datang pun hanya memukul lonceng dan kemudian pergi.
"Keadaan guru kami tidak ada satupun, pun satu hari aja tidak ada, kalau ada pun datang guru dipukul lonceng nggak dikasih pelajaran, dipukul lonceng udah pergi mereka," jelasnya.
Dia mengungkapkan sudah 1 bulan kondisi sekolah itu tidak ada gurunya.
"Satu bulan pun aja tidak ada mereka, Senin Selasa tidak ada, Rabu tidak ada, sedikit lagi satu bulan, tidak ada mereka, seperti itu sekolah kami," tuturnya.Â
"Satu bulan pun aja tidak ada mereka, Senin Selasa tidak ada, Rabu tidak ada, sedikit lagi satu bulan, tidak ada mereka, seperti itu sekolah kami," tuturnya.
Kharisman Halawa selaku Kepala Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Nias membenarkan soal kondisi yang digambarkan dalam video tersebut.
"Guru yang mengajar di sekolah itu semuanya tinggal di luar desa. Apabila curah hujan tinggi, mereka sering tertahan sehingga tidak bisa datang ke sekolah," ungkapnya.
Kharisman menyebut, SD itu berada di Dusun III, sebuah dusun yang terisolasi dari pusat Desa Laowo Hilimbaruzo.
Dusun itu berjarak 8,5 km dari pusat desa dan hanya bisa diakses dengan berjalan kaki selama 2 jam.
Guru harus 13 kali menyeberang sungai, salah satunya Sungai Na'ai yang mempunyai debit air cukup besar.
Jalan menuju desa itu merupakan jalan setapak dari batu dan tanah dengan bukit-bukit terjal. Wilayah Dusun III didiami 80 keluarga yang terdiri atas 315 jiwa.
SD Negeri Nomor 078481 Uluna'ai Hiligo'o Hilimbarozu, Kecamatan Idanogawo, Kabupaten Nias mempunyai 3 guru berstatus pegawai negeri sipil, 2 guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K), dan 4 guru tidak tetap.
Kharisman mengatakan, mereka telah memanggil dan memeriksa guru-guru tersebut karena berbulan-bulan tidak masuk.
Pemkab Nias berencana memberikan fasilitas kepada guru agar bisa tinggal di dusun tersebut. Kondisi dusun yang terisolasi membuat guru tak bisa setiap hari untuk pulang-pergi ke sekolah.
Via Kompas & @jakarta.keras
Pendidikan kaum tertindas di daerah Uluna'ai Hiligo'o Hilimbarozu, Kecamatan Idanogawo, Kabupaten Nias, mencerminkan perjuangan panjang masyarakat di wilayah terpencil untuk mendapatkan hak pendidikan yang layak. Wilayah ini menghadapi berbagai tantangan struktural, mulai dari keterbatasan akses infrastruktur, minimnya fasilitas pendidikan, hingga kurangnya tenaga pengajar yang konsisten. Hal ini mengakibatkan anak-anak di daerah tersebut seringkali terabaikan dalam memperoleh pendidikan berkualitas.
Kondisi geografis yang sulit dijangkau menjadi salah satu kendala utama. Akses menuju desa sering kali memerlukan perjalanan yang melelahkan melalui medan yang sulit. Selain itu, ketiadaan fasilitas dasar seperti listrik dan rumah dinas untuk guru membuat banyak tenaga pengajar enggan bertugas di sana. Ketidakhadiran guru selama berbulan-bulan, seperti yang terungkap dalam kasus SD Negeri 078481, menunjukkan adanya masalah serius dalam manajemen pendidikan di daerah ini.
Dalam konteks Paulo Freire dan konsep pendidikan kaum tertindas, situasi ini menggarisbawahi perlunya pendidikan yang tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk membaca huruf, tetapi juga untuk membaca realitas. Pendidikan di daerah Uluna'ai Hiligo'o harus menjadi sarana bagi masyarakat untuk memahami dan melawan ketidakadilan yang mereka alami, baik dalam bentuk kebijakan maupun akses terhadap hak dasar. Guru dan kurikulum harus berfungsi sebagai agen perubahan yang mendorong pemberdayaan, bukan hanya penghafalan tanpa makna.
Upaya untuk memperbaiki kondisi ini memerlukan intervensi serius dari pemerintah daerah dan pusat, baik melalui peningkatan fasilitas pendidikan, pemberian insentif khusus bagi guru, maupun pembangunan infrastruktur pendukung. Pendidikan di daerah ini harus menjadi prioritas, karena anak-anak di wilayah terpencil seperti Uluna'ai Hiligo'o juga memiliki hak yang sama untuk bermimpi dan meraih masa depan yang lebih baik.
Hukum dan Keadilan Untuk Masyarakat, Bangsa dan Negara.