Menulis buku ajar seharusnya  menjadi tugas seorang akademisi, tp tdk juga harus krn tulisan apa saja  sdh bersifat mengajari orang yg mau membacanya. Ada yg menulis di media massa dan ada yg jd penasehat dimana saja atau bikin buku/diktat.
Waktu itu tdk banyak yg berlomba jd Profesor, karena merasa pengalaman belum banyak alias msh muda. Â Inilah yg dirombak oleh bangsa ini, maka jadilah anak muda itu professor yg mendapatkan gelar itu dgn seabrek prestasi. Â Mrk mengatakan bhw pengalaman hrs/bisa diciptakan dgn kesibukan, padahal pengalaman krn menuanya umur adalah sangat menentukan.
Deskripsi sosok seorang profesor di perguruan tinggi jd beragam yg kalau dilihat secara terpisah agak membagongkan orang banyak alias orang awam.  Saking bagongnya banyak perguruan tinggi memberikan gelar Profesor kpd bbrp tokoh publik padahal Profesor adalah pengakuan ttg profesionalitas seseorang dibidangnya?  Nah kalau bidangnya berganti ganti terus bagaimana?  Ya tdk profesional dgn kata lain tdk perlu diberi sebutan Profesor.  Profesor mestinya identik dgn usia atau lamanya menekuni satu bidang yg mestinya menjadikan orangnya bijaksana, penuh tata krama dan tahu diri.  Profesor itu spesisik bidangnya, tp mmg di luar sana yg terjadi sebaliknya, masyarakat menuntut Profesor tahu segalanya.  Jd aja kacau jagad dunia  mestinya Profesor sedikit bicara tapi daging semua, tdk spt sekarang banyak bla bla tp tdk ada isinya.
Pendekatan umur utk menjadi seorang profesor mungkin jauh lebih mengena drpd hanya sekedar prestasi kerja.  Prof biasanya utk orang perguruan tinggi yang mengajar dan meneliti, tp sekarang lipi atau brin juga menggunakannya, Profesor riset padahal mrk tdk mengajar atau tdk punya mahasiswa.  Guru juga mengajar tp mrk tdk Profesor krn mengajarnya tdk di level perguruan tinggi dan mmg tdk melakukan research. Lalu kalau sudah jendral atau gubernur buat  apa lg jd profesor atau sebaliknya? Semuanya sdh mumpuni jd jgn dikacaukan lg, apalagi dgn memberi tunjangan kpd para Profesor itu, lalu menuntutnya dgn segala macam tetek bengek yg seharusnya sudah jd bagian dr profesi mrk.  Indonesia melucu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H