Di musim kering spt sekarang dimana El Nino diprediksi sampai februari tahun depan, maka asap dr kebakaran gambutlah yg paling mengkhawatirkan banyak pihak.  Padahal sumber lain ikut berkontribusi juga namun jarang terdeteksi dgn baik, spt asap dr pabrik atau dr pembakaran batubara  atau sumberdaya fosil lainnya. Suasana atmosfir yg stabil dan baik berfungsi spt cerobong asap yg tinggi membantu penyebaran asap ke tempat lain sesuai dgn arah angin.  Namun fakta juga berkata lain dimana pengaruh asap juga menyelimuti daerah sekitar kebakaran hutan. Jarak pandang menjadi pendek yg memicu banyak lakalantas dan penduduk terserang ISPA (infeksi saluran pernafasan atas).
Kebijakan zero burning adalah kebijakan yg tdk bijak, khususnya bagi para peladang yg baru saja mau membuka hutan dgn menggunakan api. Tidak ada asap tanpa api, namun pekerjaan menanam padi mmg di mulai pd saat kemarau, matahari harus terik. Â Kalau musim hujan, membuat api dgn sengajapun tdk akan menyala. Kebijakan melarang membuka hutan/ladang harus dibarengi dgn kebijakan memberi bantuan beras kpd masyarakat tersebut selama paling tdk 2-3 bulan. Dan mengajarkan teknik smoke management kpd mereka, yaitu metode pembakaran yg bergantian, sehingga asap dapat diminimalisir. Â Semoga metode ini sdh dipakai oleh perusahaan besar spt sawit atau pembuka lahan skala besar utk mengurangi produksi asap.
Kebakaran hutan termasuk asap yg dihasilkannya adalah menj,adi tanggung jawab unit pengelola hutan atau sumberdaya lainnya, sehingga penangananya msh terukur dan masuk di akal.  Bukankah memadamkan api kecil jauh lebih sederhana drpd memadamkan api besar? Tentu menjadi tdk masuk akal kalau penanganan kebakaran hutan besar dilakukan secara massal oleh pemerintah?  Pengelolaan kebakaran hutan termasuk pencegahan (fire prevention) harus menjadi tugas dan tanggung jawab masing2 pengelola sumberdaya di lapangan. Jangan disamakan dgn penanggulangan bencana alam lainnya spt gempa bumi, karena kebakaran hutan sebagian besar terjadi (99 ) akibat kelalaian  manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H